Rayakan Kemerdekaan RI dengan Pengenalan Budaya ke Anak-anak

Indonesia sebentar lagi akan merayakan Kemerdekaannya yang ke-70 tahun. Sebagai negara dengan diversitas kebudayaan tertinggi di dunia, dengan sekitar 17.000an pulau di Nusantara, 1200-an suku bangsa, 700-an bahasa daerah, dan jutaan kekayaan budaya tradisi, sayangnya Indonesia belum (cukup) merdeka dalam hal budaya.

Mengapa demikian? Ya, karena semakin hari, Indonesia kehilangan kekayaan budayanya. Semakin hari ada saja kebudayaan yang hilang, lenyap, punah atau bahkan diklaim oleh negara lain karena kita sebagai masyarakat Indonesia sendiri kurang mengapresiasi dan acuh tak acuh untuk turut serta melestarikan kekayaan budaya tradisi nusantara yang begitu melimpah.

Dan mirisnya, di era kekinian, kita semakin sulit mencari referensi mengenai kekayaan budaya kita, ada tapi terbatas. Pengenalan dan edukasi tentang budaya tradisi ke anak-anak pun dirasa semakin surut. Seringkali berbincang dengan teman-teman (generasi 90-an), pun merasakan semakin hilangnya permainan-permainan tradisional yang dulu kerapkali mereka mainkan.

Lama kelamaan, jika kita tidak acuh atas pelestarian budaya tradisi di nusantara, mungkin anak cucu kita kelak tidak akan lagi bsia berbangga hati dan mengenal kekayaan budaya Indonesia.

Sudah setahun ini aku bergabung dengan teman-teman di Komunitas Sobat Budaya. Komunitas ini berupaya melestarikan budaya tradisi melalui pendataan dan membangun Perpustakaan Digital Budaya Indonesia serta agenda-agenda kegiatan lainnya yang beragam, mulai dari ekspedisi budaya, penelitian, seminar, roadshow, dan lain-lain.

Dalam rangka merayakan Kemerdekaan RI yang ke 70 tahun, kami dari Sobat Budaya hendak mengadakan kegiatan "Sharing for Caring." Sebuah kegiatan perayaan kemerdekaan dengan mengenalkan kebudayaan Indonesia bersama adik-adik di Panti Asuhan Fajar Harapan, Bandung, pada tanggal 17 Agustus 2015.

Acara "Sharing for Caring" akan diisi dengan acara perlombaan, pengenalan budaya (dongeng) dan charity.
Peduli? Ayo ikut berbagi.
Ayo bantu adik-adik kita. Dengan memberi donasi, batas pengumpulan sampai tanggal 14 agustus 2015.
Donasi bisa disalurkan ke:
Bank Mandiri Cab. Bandung Sentrasari Plaza
Account name: Yayasan Sobat Budaya
Nomor Rekening: 132-00-1530941-3


Sobat budaya
Follow : @sobatbudaya | ig : sobat budaya
Line : sobat budaya



Tentang Juni, Tentang Curahan Hati ku Kepadamu?




Selamat pagi, hari pertama di bulan Juni

Biarkan Juni ini tak menitikan air hujan dari langit seperti sajak Sapardi Djoko Damono,
Tapi, biarkan Juni ini menjadi Juni yang tabah,
Tabah merahasiakan rintik rindu dalam hati,
Tetap biarkan Juni ini menjadi Juni yang bijak,
Bijak menghapus rasa ragu dalam hati,
Dan biarkan Juni ini menjadi Juni yang arif,
Menyimpan rasa yang tak perlu terucap

Senayan, 1 Juni 2015

Tentang Gerakan Sejuta Data Budaya & Para Pejuang Budaya



Aku tau tentang Gerakan Sejuta Data Budaya (GSDB) pada bulan April 2014. Aku dikenalkan dengan Mas Vande, koordinator GSDB oleh temanku, Ruth.

Di awal pertemuan, Mas Vande dan Mas Billy, menceritakan sedikit cerita tentang GSDB dan Komunitas yang mendukung gerakan ini, Komunitas Sobat Budaya. Mereka menuturkan tentang upaya pendataan budaya, untuk mencegah klaim dan kepunahan budaya. Data budaya tersebut pun akan di bawa ke WIPO (World Intellectual Property Organization), sebuah badan di bawah PBB untuk mendorong kreativitas dan memperkenalkan perlindungan kekayaan intelektual ke seluruh dunia. [1]

Sebagai anak lulusan Sosial Politik/Hubungan Internasional, tentunya aku semakin penasaran.

Tak puas dengan sedikit cerita yang dituturkan oleh Mas Vande dan Mas Billy, aku pun mulai mencari tahu sendiri tentang GSDB dan Sobat Budaya, dengan bantuan google tentunya :).

Tak sangka kalau, @infobudaya , adalah bagian dari kampanye Gerakan ini. Aku follow @infobudaya sudah lama, dan kupikir akun ini milik pemerintah, ternyata tidak! Akun ini dibuat dan dikelola oleh sekelompok anak muda dari Bandung Fe Institute, cerdas tentunya dan aware dengan budaya Indonesia. Salut dengan mereka!

Dan aku mulai bergabung dengan gerakan ini sejak Mei 2014. Siapa sangka, kini aku menjadi pengurus @infobudaya & @sobatbudaya.

Semakin lama, bergabung dengan GSDB dan Komunitas Sobat Budaya, membuatku semakin takjub dengan hasil penelitian dari teman-teman BFI (Bandung Fe Institute) tentang kebudayaan. Salah satunya adalah tentang Batik Fraktal dan tentunya masih banyak yang lainnya.

Banyak yang mengatakan budaya Indonesia itu kaya, indah, dan beragam. Namun, budaya-budaya itu hanya dituturkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, tidak dituliskan secara rapi seperti orang-orang Barat. Itulah kelemahan, bangsa kita dalam menjaga budaya, hanya disampaikan secara lisan.

INDONESIA MEMANG KAYA AKAN BUDAYA, TETAPI KALAU TIDAK ADA YANG CONCERN UNTUK MELESTARIKAN DAN MENGINVENTARISIR DATA BUDAYA YANG ADA, MAKA KITA AKAN LUPA KALAU INDONESIA ITU KAYA AKAN BUDAYA.

Kalau banyak orang beranggapan, budaya barat dianggap lebih tinggi, itu karena orang-orang barat menjunjung tinggi budaya tulis, mereka menuliskan kekayaan budaya mereka. Sehingga, budaya mereka tetap terjaga dan dapat dipelajari oleh banyak orang.

Sedangkan, kebanyakan orang Indonesia terbiasa dengan budaya tutur, pengetahuan yang mereka miliki hanya diceritakan tak dituliskan.

Maka dari itu, para anak muda yang menginisiasi GSDB membuat sebuah Perpustakaan Digital Budaya Indonesia (PDBI) yang bisa diakses secara bebas oleh seluruh masyarakat Indonesia.

KOMUNITAS SOBAT BUDAYA MENGKAMPANYEKAN GERAKAN SEJUTA DATA BUDAYA SETIAP SAAT. KOMUNITAS INI MENGAJAK SELURUH MASYARAKAT INDONESIA UNTUK TURUT SERTA SECARA GOTONG ROYONG MENDATA BUDAYA TRADISI NUSANTARA KE PERPUSTAKAAN DIGITAL BUDAYA INDONESIA (PDBI).

Perpustakaan Digital Budaya Indonesia (PDBI) ini merupakan web versi 2.0 mirip dengan wikipedia. Situs ini dapat disunting, dan didiskusikan bersama oleh para pengguna/pemilik akun.

Ada 14 kategori budaya yang terdapat di situs PERPUSTAKAAN DIGITAL BUDAYA INDONESIA. Pemilihan 14 kategori ini dipilih berdasarkan panduan UNESCO. Empat belas kategori budaya tersebut yaitu Alat Musik, Cerita Rakyat, Makanan Minuman, Motif Kain, Musik dan Lagu, Naskah Kuno dan Prasasti, Ornamen, Pakaian Tradisional, Permainan Tradisional, Produk Arsitektur, Ritual, Seni Pertunjukan, Senjata dan Alat Perang, Tarian, Tata Cara Pengobatan dan Pemeliharaan Kesehatan.

JIKA DATA BUDAYA YANG TERKUMPUL TERSEBUT TELAH DIDAFTARKAN KE WIPO DAN DIAKUI OLEH DUNIA, MAKA HAL INI MENJADI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BUDAYA INDONESIA.

Tentu kita tak mau budaya Indonesia diklaim oleh negara lain. Dan tentu kita pun tak ingin, kalau kekayaan budaya Indonesia hanya sekedar cerita dan dongeng belaka. MAKA DARI SEKARANG, OLEH KITA SEMUA, MARI KITA MENJAGA, MELESTARIKAN DAN MENDATA BUDAYA TRADISISI NUSANTARA BERSAMA-SAMA. MULAI DARI BUDAYA YANG TERDEKAT DENGAN KEHIDUPAN KITA!



“Masih banyak cerita tentang budaya Indonesia,GSDB dan Sobat Budaya…”

[1] Convention Establishing the World Intellectual Property Organization, ditandatangani di Stockholm pada tanggal 14 Juli 1967, Pembukaan, paragraf kedua.

Buitenzorg Palace


"Every journey starts with a single step." – Confucius

"Buitenzorg Palace itu apa?" tanyaku pada seorang teman, yudith, yang mengenalkan kosakata "Buitenzorg" pertama kali padaku.

Oh ternyata Buitenzorg adalah nama yang diberikan untuk kota Bogor oleh orang-orang Belanda pada masa dulu, masa penjajahan tepatnya,. Buitenzorg artinya kota tanpa kecemasan, konon para gubernur jenderal Belanda dan Inggris yang penat dengan urusan politik di Jakarta pergi dan beristirahat di Bogor untuk bersantai. Hingga akhirnya dibangunlah tempat peristirahatan yang diberi nama Buitenzorg Palace. Setelah Indonesia merdeka, Buitenzorg Palace ini menjadi Istana Presiden. Hingga kini, istana ini hanya digunakan oleh Presiden Soekarno, Presiden pertama Indonesia. Banyak koleksi-koleksi Presiden Soekarno yang disimpan dan dipajang di sini. Masyarakat umum bisa saja masuk dan melihat-lihat istana ini tetapi harus terlebih dulu mengurus perizinan kepada petugas.

Buitenzorg Palace

Buitenzorg Palace ini kemudian dikembangkan menjadi pusat penelitian tumbuhan dan hewan, yang kini kita kenal dengan nama Kebun Raya Bogor.


Pintu Utama Kebun Raya Bogor

Di dalam Kebun Raya Bogor ini ada banyak objek wisata yang bisa kita kunjungi. Mulai dari Monumen Lady Raffles, yang merupakan monumen untuk mengenang kepergian istri Sir Thomas Stamford Raffles, Lady Olivia Mariamne. Untuk bisa menikmati semua objek wisata itu, kita cukup membayar Rp. 14.000,00 di pintu masuk dan kita sudah bisa mengelilingi Kebun Raya Bogor.
Asal tahu saja, Kebun Raya Bogor ini sangat luas sekali, aku dan teman-teman pernah mengelilingi Kebun Raya Bogor dengan berjalan kaki dan itu sangaaaaaaaaaaaatttttt melelahkan! Hahahah :D. Jika mau mengelilingi Kebun Raya Bogor disarankan menggunakan mobil wisata yang tersedia di samping Garden Shop, dan tentu ada biaya tambahan :)

Ada juga Treub Laboratory yang merupakan tempat penelitian botani yang dulunya digunakan oleh Melchiour Treub, yang merupakan seorang ahli botani dari Belanda.

Museum Zoology, dulunya disebut kantor Bulao karena warnanya biru, menyimpan ribuan hewan yang diawetkan dan hewan tiruan yang ada di Indonesia.

Jembatan Merah yang fenomenal di kalangan remaja, karena mitosnya, sepasang kekasih yang melewati jembatan ini akan mengakhiri hubungan mereka, huhuhu.

Mau mencoba menanam dan melihat bibit-bibit bungan anggrek? Kita bisa bermain-main di Orchidarium. Bagaimana jika ingin menikmati keindahan bunga anggrek yang sudah bermekaran? Ratusan jenis anggrek yang sudah mekar dipajang di Griya Anggrek.

Monumen Lady Raffles

Treub Laboratory


Museum Zoology

Jembatan Merah

Orchidarium

Griya Anggrek


Looking at the beauty of Pink Orchid :)


Arrghh, like a paradise, lol! Ah, jadi inget pas di sini ngebayangin pre-wedding di sini pasti seru :p


Kecantikan itu seringkali tersembunyi, ini masih di Griya Anggrek loh

Yup, dari semua objek wisata yang ada di Kebun Raya Bogor sih aku rekomenin banget ke Griya Anggrek! Tempatnya cantik! Dan ga akan bosen deh muterin tempat ini dengan segala keindahan yang ada di dalamnya ;)




Tomyam Kelapa, Kuliner Thailand Olahan Tangan Indonesia

Akhir pekan lalu aku merasa bosan sekali tidak pergi kemana-mana dan tidak ada kegiatan. Suntuk bin galau bin pengen jalan bin pengen ngablu!

Secara spontan, minggu sore (26/4), kaki ini melangkah menuju Stasiun Sudirman. Aku hendak berkunjung ke tempat makan Mas Baha. Salah satu kenalanku di Komunitas Warung Blogger. Aku belum pernah bertemu dengan Mas Baha, hanya aktif ber chit chat via whatsapp dan tegur sapa di linimasa twitter. Orangnya ramah, dan kita sesama dari Jawa! Yo wes, yo, podo wae wong jowo, kabeh wong jowo ning rantau sedulur :p. (Yaudah, sama-sama orang Jawa, semua orang Jawa di perantauan itu saudara).

Dari Stasiun Sudirman aku menuju Stasiun Sudimara (dari st. Tanah Abang, ambil yang arah Serpong). Lalu, melanjutkan perjalanan dengan angkot putih ke arah Ciledug. Aku turun di depan pintu gerbang Villa Bintaro Indah. Melangkahkan kaki beberapa meter, hingga akhirnya sampai di Saung Ibu. Tempat di mana Mas Baha membuka usahanya.


Saung Ibu Tampak Depan

Aku masuk ke dalam saung Ibu, dan aku bingung setengah mati! Hahaha, karena meja-meja hampir semuanya penuh! Dan, aku tadi sudah bilang kan, kalau aku belum pernah ketemu sama Mas Baha, jadi aku pun tidak tahu rupanya! Hihihi :D


Nah inilah tempat makan di Saung Ibu.

Sedikit canggung, karena duduk sendiri, dan tidak bisa menegur siapa-siapa. Ah, untung aku membawa Novel Larung, teman yang teramat baik untuk membunuh kecanggungan.

Rupanya Mas Baha sedang sangat sibuk memasak di dapur, tempat ini memang sedang ramai pengunjung. Ia sudah memasakan tomyam kelapa buatku. Semangkuk tomyam kelapa, ehmm bukan, sebongkah (?) tomyam kelapa sudah siap tersaji di depanku.


This is it! Tomyam Kelapa cooked by Mas Baha

Sebelumnya, aku sudah pernah mencicipi tomyam thailand, dan aku penasaran dengan rasa dari tomyam kelapa ini. Tomyam kelapa sudah ada di hadapan, langsung saja kucicipi makanan ini. Well, rasanya campuran asam-manis-asin-sedikit pedas. Rasanya memang sedikit berbeda denga tomyam yang sudah pernah ku makan. Tomyam ini tidak terlalu masam dan lebih manis dibanding tomyam thailang. Karena memang, tomyam ini sudah diracik dan disesuaikan dengan selera para pelanggannya. Fyi, yah kuah dari tomyam kelapa ini benar-benar menggunakan air kelapa mudanya loh, jadi memang rasanya manis kelapa.

Kalau aku sih, akan lebih pilih tomyam asam-asin-pedas, tanpa rasa manis, karena aku sudah cukup manis lah ya, hehehe :D. Masukan saja buat pengembangan ke depan, mungkin para pelanggan dibebaskan memilih pilihan rasa tomyamnya, takaran rasa asam-manis-asin-pedas sesuai selera mereka :)

Dan yang unik lagi dari tomyam kelapa ini, tidak hanya berbagai seafood yang menjadi isi tomyam kelapa, serutan kelapa mudanya pun tersedia dalam bongkahan tomyam kelapa ini. Sebagai penggemar kelapa muda, tentu aku senang sekali :)

Overall, tomyam kelapa ini enak! 8 dari 10 ya nilainya, akan jadi 9+ kalau rasanya super pedas dan super panas! Hahaha :D

Ya, begitulah citarasa tomyam kelapa, kuliner khas Thailand yang telah diracik dengan tangan Indonesia :)

Travel Blogger Indonesia




Pertama kali, blog ini dibuat (Maret 2015) memang akan khusus menuliskan kisah perjalananku di setiap jengkal bumi pertiwi dengan segala keindahan dan potensi kearifan budayanya.

Aku memang suka menulis sedari di bangku SMA dulu, tapi tidak pernah betul-betul belajar mengenai teknik penulisan. Selama ini aku hanya menuliskan apa pun yang terlintas dalam pikiranku, mengalir begitu saja, tanpa ada rumusan apa pun. Belakangan ini aku merasa perlu mempelajari teknik penulisan dan memperbanyak teman yang sama-sama suka menulis untuk saling berbagi informasi dan masukan. Bergabunglah aku dengan salah satu komunitas blogger. Di dalam komunitas itu, banyak sekali blogger senior dengan berbagai macam background dan berbagai macam kekhususan tema tulisannya.

Berangkat dari diskusi di komunitas ini lah aku membuat blog khusus untuk menceritakan perjalananku, terpisah dari blog lama ku yang isinya, wah campur aduk!

Tapi, aku belum menemukan teman blogger yang memiliki interest yang sama di dunia traveling. Jadilah aku mencari-cari komunitas traveling dan travel blogger di twitter. And finally I found @IDTravelBlogs. How happy I am in that moment!

Komunitas yang memenuhi kebutuhanku, satu paket komplit! Komunitas Travel Blogger Indonesia (TBI)!

Berhari-hari aku mengulik tentang TBI, mulai dari twitter, fan page dan web nya. Banyak travel blogger yang sudah bergabung dalam komunitas ini. Kisah-kisah perjalanan yang unik dan menarik, mengenalkan sisi-sisi indah Indonesia. Ya, aku memang lebih banyak mengulik tentang destinasi-destinasi wisata di Indonesia. Dan aku ingin mengunjunginya! Semuanya!

Menurutku, TBI ini bagus sekali, bisa menjadi wadah bagi para travel blogger Indonesia yang hendak mengenalkan keindahan alam dan potensi budaya Indonesia kepada mata dunia. Supaya banyak wisatawan asing yang ingin berkunjung ke Indonesia, tidak hanya ke Bali, tapi ke seluruh pelosok Indonesia. Dan tentu, aku dan masih banyak orang Indonesia lainnya belum tahu seluruh pelosok negeri ini, dengan berbagai tulisan dari travel blogger Indonesia pasti akan menambah pengetahuan kita tentang Indonesia.

Dan tentu, aku ingin sekali bergabung di komunitas ini. Sehingga bisa belajar dengan seluruh travel blogger yang tergabung dalam TBI. Dan akan semakin banyak orang yang bisa membaca tulisanku :)

Aku ingin mengenalkan Indonesia, dengan segala keindahan alam dan potensi budayanya :)

Wilujeng Sumping! Purwakarta Istimewa ...


Wilujeng Sumping! Purwakarta Istimewa ...

Ahh, minggu ini adalah minggu paling hectic sepertinya. Bolak-balik Jakarta-Bogor dan Jakarta-Bandung. Padahal, aku dan dua orang temanku sudah merencanakan akan bepergian ke Purwakarta di akhir pekan. Jadilah, Jumat pagi ke Bandung, dan Jumat malam aku menyusul teman-temanku di Kampung Rambutan menujut Purwakarta. Sayang sekali, aku datang amat sangat terlambat. Dan sudah tidak ada bus yang langsung ke Purwakarta.

Purwakarta, salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Letaknya tidak terlalu jauh dari Jakarta. Perjalanan ke Purwakarta dari Jakarta bisa ditempuh selama kurang lebih 3 jam dengan menggunakan bus Warga Baru dari Kampung Rambutan.

Purwakarta sendiri berasal dari kata "purwa" yang berarti permulaan atau awal, dan "karta" yang berarti ramai atau hidup. Motto dari Kabupaten Purwakarta adalah Wibawa Karta Rajarja. "Wibawa" berarti berwibawa atau penuh kehormatan, "karta" artinya ramai atau hidup, dan "Raharja" bermakna sejahtera atau makmur.


Peta Purwakarta

Karena berangkat dari Jakarta terlalu larut, sekitar pukul 11.00 malam sehingga kami menaiki Bus tujuan Bandung, dan turun di tol. Bus termalam dari Kampung Rambutan menuju Purwakarta itu pukul 20.00, dan harga normalnya adalah Rp. 25.000,00. Karena kami menaiki bus tujuan Bandung, kami dimintai biaya sebesar Rp. 40.000,00!

Sabtu dini hari, sekitar pukul 01.00 kami tiba di Maracang, Purwakarta. Dari sini kami akan menuju Badega Gunung Parang. Ohh ini dini hari! Di tengah desa antah berantah yang tidak kami tahu. Tidak ada kendaraan umum selarut ini di sini.

Dan inilah pengalaman yang benar-benar baru, aku bersama teman-teman berjalan kaki dari pinggir tol memasuki desa, yang kemudian kami tahu kalau itu adalah Desa Maracang. Ada tukang ojeg yang menawarkan diri mengantar kami ke gunung parang tapi dengan biaya Rp. 100.000,00! Ahhh, itu mahal sekali! Kami, yang hendak backpackeran ini sudah pasti menolak dan memilih berjalan kaki mencari jalan raya. Untuk sekedar memastikan adakah kendaraan umum? Atau kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih baik untuk melanjutkan perjalanan kali ini.

Kami berjalan beberapa ratus meter dan memang jalanan sangat sepi! Kau tahu? Para abang ojeg tadi membuntuti kami, dan seraya memaksa bahwa tidak ada kendaraan umum, ayo naik ojeg saja. Diperlakukan seperti itu tentu kami semakin malas. Kami mempercepat langkah kaki kami, dan bertemu dengan bapak-bapak yang sedang meronda. Bapak-bapak yang baik hati!

Kata mereka, kami harus menunggu paling tidak sekitar pukul 03.00 atau 04.00, sampai ada elf menuju Plered, dan kemudian naik mobil kijang ke Badega Gunung Parang. Jadilah kita harus menunggu 2-3 jam. Badan sudah letih, dan mengantuk tentunya. Akhirnya kami berjalan ke SPBU dan merebahkan badan di musholla. Pukul 03.00 dini hari, aku dibangunkan Inel. Aku kaget, ramai suara di luar, aku pikir ini sudah subuh dan ada orang-orang yang hendak sholat. Oh, ternyata tidak! Mereka pelancong seperti kita sepertinya. Kami pun beranjak dari musholla menuju jalan raya, menunggu elf. Kita harus membayar Rp. 10.000,00 untuk menuju Plered. Kami menaiki elf bersama ibu-ibu dan bapak-bapak yang hendak ke pasar.

Sampai di Plered, dan hari masih gelap. Mobil Kijang baru beroperasi setelah Shubuh, jadilah kita harus menunggu lagi. Kami rebahan di pelataran markas TNI di area Masjid Agung di Plered. Ouuhh, ini sudah Purwakarta, tapi perjalanan masih panjang loh! Dan ini pengalaman pertama ku, melakukan perjalanan bermodal nekat di malam hari begini!

Akhirnya mobil kijang via Gunung Parang muncul! Langsunglah kami mengejar dan menaikinya! Kami masih harus menempuh perjalanan selama satu jam menuju Badega Gunung Parang. Biaya naik kijang ini sebesar Rp. 15.000,00.

Voila! Sampailah kita di Badega Gunung Parang. Badega Gunung Parang ini semacam tempat wisata, tempat menginap yang langsung menghadap ke Gunung Parang. Serba hijau! Sejuk! Dan yang pasti bisa menyegarkan mata, setelah semalaman terlunta-lunta dan kelelahan dalam perjalanan.

Inilah Badega Gunung Parang dengan segala keindahan dan kesejukannya:


Bale Ngaso dan Kolam Ikan


Bale Semah





Yup! Karena kami kelelahan, setelah sarapan kami merebahkan diri sejenak, mandi dan akhirnya melangkahkan kaki untuk mengeksplor kampung Cihuni ini, dan menuju Waduk Jatiluhur.


Ayo jalan-jalan! Telusuri Kampung Cihuni!

Di sini kendaraan umum susah sekali, hanya ada mobil kijang ke Plered itu pun jarang-jarang. Jadilah kami berjalan kaki. Selama perjalanan kita bisa melihat-lihat aktivitas masyarakat, bertani, berternak, dan berdagang. Kita bisa melihat adik-adik kecil yang masih bermain-main dengan tanah, memanjat pohon, jauh dari gadget!

Ini beberapa pemandangan yang bisa kita lihat sepanjang perjalanan eksplor kampung menuju Waduk Jatiluhur:

Sapinya aki, guide lokal yang besok akan menemani kami mendaki Gunung Parang


Padinya sudah mulai menguning! Siap dipanen.


Yang dibelakang itu, Penampakan Gunung Lembu


Penampakan Waduk Jatiluhur sudah terlihat, tapi perjalanan masih jauh looohhh :p

Rasanya kami sudah berjalan jauuuhhhh sekali, beratus-ratus meter tapi belum menemukan dermaga yang menyediakan kendaraan bargas untuk kita naiki menuju waduk jati luhur nih, hahah. Kaki sudah gempor bok!
Beruntungnya kami, di tengah jalan bisa menumpang mobil pick up menuju kota/jalan raya untuk naik angkot ke waduk Jatiluhur.


Bahagia kami naik pick up!

Dan akhirnya dengan segala perjuangan yang kami lakukan, sampailah ke waduk Jatiluhur. Mencoba menaiki onthel gantung di atas waduk jati luhur, naik bargas ke tengah danau untuk makan siang di karamba, dan akhirnya naik bargas lagi menuju kampung Citerbang, dan kembali ke Badega Gunung Parang.


Karamba

Karamba itu tempat makan apung di tengah Waduk Jatiluhur, menyediakan segala jenis ikan pastinya :). Harganya cukup terjangkau loh, enak dan kenyang pastinya :)