Explore Oud Batavia

Sabtu pagi, 14 Maret 2015, aku bergegas ke Shelter TransJakarta Bunderan Senayan menuju Kota Tua. Ya, hari ini aku dan teman-teman dari Sobat Budaya Jakarta dan Culture Trip ID akan meng-Explore Oud Batavia!

Oud Batavia atau yang sekarang dikenal sebagai Kota Tua Jakarta, dulunya adalah tempat pemukiman orang-orang dari berbagai pelosok Nusantara yang berdagang dan berlabuh di Pelabuhan Sunda Kelapa. Kemudian lama-lama bermukim di kawasan ini. Tidak hanya orang pribumi, tetapi juga orang-orang dari Melayu, Arab, Tiongkok, Belanda, Portugal, Inggris dan yang lainnya.

Kawasan di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa akhirnya dibangun dan menjadi pemukiman yang dinamai Batavia. Nama Batavia ini pun kemudian bergeser menjadi Betawi. Karena pemukiman ini terdiri dari orang-orang dari berbagai wilayah dan kebudayaan, maka budaya Betawi adalah hasil akulturasi dari berbagai budaya tersebut, oleh karena itu budaya Betawi disebut juga sebagai budaya mestizo.
Ya itu aja sih secuil sejarah tentang Oud Batavia hehee :D

Yup, mari kita Explore Oud Batavia!

Sebetulnya ada banyak banget objek wisata dan objek budaya yang ada di kawasan Kota Tua. Tapi kali ini, aku dan teman-teman cuma berkunjung ke beberapa tempat nih, Museum Wayang, Perpustakaan Museum Fatahillah, Rumah Akar, Museum Bahari dan Menara Syahbandar. Maklum mengitari itu saja sudah bikin kaki gempor heheee.

Objek-objek wisata dan budaya yang lainnya, akan ditulis nanti-nanti ya, di session Explore Oud Batavia part 2! :D

Museum Wayang!



Museum ini jadi destinasi pertama nih di kegiatan Explore Oud Batavia ini. Untuk masuk ke Museum Wayang kita cukup membayar tiket seharga Rp. 5.000,00 (dewasa), dan Rp. 3.000,00 jika kita menunjukan kartu mahasiswa atau kartu pelajar.

Aku memang sudah beberapa kali menyambangi tempat ini, tapi seakan tak pernah habis untuk dieksplorasi! Selalu ada objek-objek yang baru sempat aku lihat, atau karena memang aku kurang jeli dan perhatian sama kamu? Eh sama objek-objek budaya yang ada di Museum Wayang maksudnya.

Jadi di sabtu pagi ini museum wayang ini masih (amat) sepi. Ketika bertanya ke petugas, petugas menceritakan kalau, museum akan mulai ramai di siang hari dan sore hari. Dan juga, setiap hari Minggu biasanya akan ada pentas budaya yang rutin digelar. Jadi, kalau kamu mau ke Kota Tua, terutama mau ke Museum Wayang lebih baik di hari Minggu. Aku sendiri beberapa minggu lalu, ke Museum Wayang dan ada gelaran Wayang Beber Metropolitan. Gelaran wayang ini menarik, karena biasanya aku melihat gelaran wayang kulit atau wayang golek. Aku baru melihat gelaran wayang beber ini pertama kali.


Ini Ivo, salah satu teman yang ikutan acara Explore Batavia. Tapi aku bukan mau kenalin Ivo-nya yah :p. Nah itu di belakang Ivo, ada semacam workshop yang jual pernak-pernik dan ornamen-ornamen etnik dan wayang-wayangan

Muter-muter dan foto-foto di Museum Wayang sudah! Perut terasa lapar yah, maklum pagi-pagi ke Kota Tua tanpa sarapan dulu. Akhirnya aku dan teman-teman makan nasi pecel di pelataran depan Museum Kota Fatahillah.


Ini Rahma, teman kuliahku, sebelum makan selfie dulu ya sama Simbok yang jualan pecel :p

Perpustakaan Museum Fatahillah

Nah ini salah satu tempat yang baru aku lihat setelah beberapa kali main-main ke Kota Tua Jakarta. Jadi, perpustakaan ini adalah semacam perpustakaan mini yang hanya pakai tenda seukuran kurang lebih, berapa ya, 20x10 meter mungkin, di pelataran depan museum wayang.
Perpustakaan ini menyediakan cukup banyak koleksi buku, terutama buku-buku tentang budaya, betawi, nusantara dan Indonesia.

Dijaga oleh seorang bapak tua yang berpakaian nyentrik. Ya! Nyentrik, karena mengenakan baju seperti baju adat orang Madura, warna coklat dan garis-garis, serta pakai topi bulat seperti orang londo (orang belanda) jaman dulu. Topi yang bisa kita lihat di penyewaan sepeda depan Museum Fatahilah. Dan Bapak ini juga memarkir sepeda onthelnya di depan perpustakaan ini. Bapak ini juga sudah hafal dengan kawasan Kota Tua hingga Sunda Kelapa, aku sempat bertanya-tanya kepada bapak ini, bagaimana aku dan teman-teman bisa menuju Museum Bahari yang lokasinya berada di dekat Pelabuhan Sunda Kelapa.

Di sini tersedia beberapa kursi lipat yang bisa digunakan pengunjung untuk duduk-duduk sembari membaca buku. Pagi itu, ada beberapa anak-anak yang sedang asik memilih buku dan membaca buku.


Nah ini dia sedikit penampakan dari Perpustakaan Museum Fatahillah

Rumah Akar
Rumah akar ini, konon katanya seram. Banyak pengunjung yang mengalami kejadian-kejadian mistis di sini. Tapi, banyak juga loh orang-orang yang melakukan foto pre-wedding di sini. Untuk masuk ke dalam, biayanya cukup mahal, Rp.100.000 untuk 8 orang per lima belas menit. Hohohoho ~





Museum Bahari



Museum Bahari ini lokasinya cukup jauh dari Kawasan Kota Tua, kita harus naik angkot sekali menuju Museum Bahari. Ini pertama kalinya aku ke Museum Bahari dan ke kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa.
Untuk masuk ke Museum Bahari sama saja seperti masuk ke Museum Wayang, cukup membayar tiket seharga Rp. 5.000,00 (dewasa), dan Rp. 3.000,00 jika kita menunjukan kartu mahasiswa atau kartu pelajar.

Museum ini sangat besar, ada beberapa bangunan dan terdiri dari beberapa tingkat. Tapi, museum ini sungguh sangat sepi. Ketika di depan museum bahari, kami hanya melihat beberapa orang wisatawan.

Museum ini banyak menampilkan koleksi perahu-perahu kayu, seperti kayu Phinisi dan beberapa jenis perahu lain di lantai 1. Aku kurang tertarik dengan objek-objek ini.


Berlayar yuk dengan bahtera (kapal) ini, Bahtera rumah tangga :p

Kemudian, naik ke lantai 2. Daaaannnn, pemandangan di lantai 2 ini benar-benar membelalakkan mataku! Kereeeenn loh!

Di lantai 2 ini ada berbagai macam objek budaya, patung-patung, film, cerita dan dongeng yang dipajang dan ditata dengan cantik. Mengisahkan sejarah maritime dan bahari Indonesia masa lampau. Ada juga beberapa objek yang memiliki sensor khsusus, sehingga ketika ada pengunjung yang mendekat, secara otomatis akan terputar film documenter tentang sejarah maritim masa lalu.


Wow ada putri duyung!

Ada juga semacam toko (bukan toko betulan yang pasti) rempah-rempah. Di dalam toko tersebut kita bisa melihat beberapa jenis rempah-rempah Indonesia, seperti kayu manis, cengkeh, kunyit, jahe dan ada beberapa jenis rempah yang aku baru tahu.


Rempah-rempah Nusantara. Yang dulu jadi komoditi perdagangan utama di Nusantara

Selama berjalan menyusuri bangunan ini di lantai 2, di gedung yang berbeda, kita juga menemukan perpustakaan bahari. Sayangnya, perpustakaan ini tutup, sehingga aku tidak bisa melihat-lihat ke dalam perpustakaan.


Ini dia perpustakaannya, dan please abaikan yang foto itu !

Di penghujung ruangan kita juga bisa melihat ada alat pengerek untuk menaik-turunkan benda dari lantai 1 ke lantai 2 dan sebaliknya.


Ini dia alat pengereknya, dan itu bukan penampakan! Itu Indah, hehee :D

Memasuki sisi gedung yang lainnya, kita juga melihat ada Café Bahari. Dan, tempat ini juga tutup, padahal kami amat kehausan dan kelaparan, selain kepo dengan isi café bahari tentunya kami juga ingin menikmati sajian makanan dan view dari café ini.


Ini Museum Bahari yang tutup itu huhuhu :(


Ini salah satu view di pelataran Museum Bahari. Sekilas mirip Lawang Sewu yah, hehee :D

Sebetulnya masih banyak objek-objek yang menarik di Museum Bahari ini. Dan buat kamu yang ada di Jakarta tapi belum pernah ke sini, coba deh sekali-sekali kesini, worth it to visit deh tempatnya :)

Menara Syahbandar

Menara ini cukup tinggi, dan kita harus menaiki tangga demi tangga untuk sampai ke bagian teratas dari menara ini. Capek! Ketika menaiki tangga demi tangga yang berwarna merah itu, yang terlintas dipikiranku adalah, “wah ini seperti museum Anne Frank”, hahaha. Ya, aku memang belum pernah ke Museum Anne Frank, tapi aku pernah membaca tulisan tentang museum ini.


Narsis di Menara Syahbandar

Setelah, menaiki tangga demi tangga, dengan nafas yang tersengal-sengal akhirnya sampai juga di bagian teratas dari menara ini. Di bagian ini, ada 3 sisi (seperti jendela) yang terbuka, sehingga kita bisa melihat Oud Batavia dari atas. Sejauh mata memandang aku bisa melihat beberapa kapal yang sedang bersandar di Pelabuhan Sunda Kelapa. “Oh itu toh yang namanya Pelabuhan Sunda Kelapa” gumamku dalam hati. Pelabuhannya kecil menurutku, dan tidak terlalu banyak aktivitas yang kulihat pada siang hari itu. Dan siapa sangka, kalau dahulu kala, pelabuhan ini adalah pelabuhan yang memiliki aktivitas perdanganan sangat tinggi, dan juga menjadi tempat bersejarah, cikal bakal Jakarta di masa sekarang.

Dari atap menara ini aku bisa melihat pelubuhan Sunda Kelapa dan kapal-kapal yang sedang bersandar. Aku juga bisa melihat bangunan peninggalan VOC di seberang jalan.

Dan akhirnya kaki ini berlabuh ke Taman Ismail Marzuki. Tempat yang menjadi favorit akhir-akhir ini. Tempat yang memiliki kisah dan ceritanya sendiri, dalam penggalan perjalananku.

Pulau Air yang Penuh Air Mata

Jumat, 28 November 2014

Siang itu di kantor aku sedang mengecek perbincangan di grup “Trip Curug Barong” dari Komunitas Backpacker Jakarta. Ya, aku berencana untuk melepas penat dan melepas lelah dengan menikmati keindahan alam dan tentunya dengan keseruan-keseruan bermain air.

Well, sebelumnya mau cerita dulu tentang Komunitas Backpacker Jakarta. Komunitas ini adalah komunitasnya anak-anak backpacker yang suka ngetrip dan jalan-jalan. Foundernya Bang Edi M. Yamin. Jujur, gue ga kenal sama bang Edi sebelumnya, dan belum pernah tau tentang komunitas ini sebelumnya.

Modal gue tau tentang komunitas ini? Ya dengan browsing! :D

*** Beberapa hari sebelumnya ***

Beberapa bulan terakhir ini (beberapa bulan terakhir sejak November) gue merasa punya beban yang teramat berat. Mulai dari masalah pribadi, masalah hati, masalah pertemanan, masalah kerjaan, masalah di komunitas, masalah di keluarga. It’s so much burden in my mind. I wanna to talk to someone about my problems, yes I do, share something, but still there is (some) problems remain in my heart and my mind, which I can’t talk to somebody.

Then, I was crying whole night …

Gue memutuskan buat jalan, ngetrip atau apa pun itu, ikut kegiatan di alam bebas dengan teman-teman baru dan meninggalkan masalah-masalah yang ada sejenak. I just want be alone for a moment.

Dan akhirnya gue menemukan informasi tentang Komunitas Backpacker Jakarta, beserta kontak yang bisa dihubungi. Senangnya hati ini, dan gue langsung daftar untuk ikut trip yang diadain sama komunitas ini ke Curug Barong, 7 Desember 2014.

Yap, harusnya gue ikut trip ke Curug Barong, 7 Desember 2014!

Tapi siang itu, jumat 28 November, gue dikabari kalau ada orang yang cancel ikut ke Pulau Air. Dan, suddenly I decided to join this trip tonight!

Yap, mungkin ini hal tergila dan terngablu yang pernah gue lakuin, tanpa ada rencana tanpa pikir panjang gue langsung putusin buat ikut trip ke Pulau Air, dengan komunitas yang gue baru tahu, dengan orang-orang yang sama sekali gue belum pernah kenal sebelumnya, dan itu jauuuuh! Ke kepulauan Seribu.

Well, pulang kerja jam 6 sore gue langsung packing dan jalan ke pusat perbelanjaan buat beli logistik (bahan makanan, obat-obatan dan keperluan-keperluan lain) dan langsung menuju ke Kota Tua, sebagai titik kumpul. Malam itu, banyak peserta trip yang menginap di Kota Tua, jadi pagi-pagi sudah bisa jalan bareng ke Pelabuhan Muara Angke untuk menyebrang ke Pulau Air.

Voila! Gue sampe di Kota Tua.

Still, in the first time, I feel awkward with new people (yes, this is who I am, moreover my mind is still full of burden, dan gue masih berkutat dengan smart phone-yang di dalamnya ada grup yang lagi koar-koar karena ada masalah, banyak pertanyaan dan desakan ke diri gue, konsentrasi gue pun terpecah, badan gue emang di sini, tapi pikiran gue entah melayang kemana dengan berbagai masalah ini, and I can’t enjoy the conversation with those new people, but I forced myself to join in that conversation, introducing each other)

00.00 My smart phone low battery, and I turned it off. I turned it off my phone 2 days ahead, wanna leave the problems for a moment. Wanna enjoy my time for a while, with strangers in this trip, in thousands island, far away from the city.

That day is so tiring, I am sleepy, and then I sleep with some people, where the others still enjoy talk each other.

Subuh hari, kami sudah bersiap-siap menuju Pelabuhan Muara Angke. Dan perjalanan pun di mulai! Selamat tinggal kota Jakarta, selamat tinggal masalah (untuk sejenak)…

Kami menyebrang dengan kapal besar ke Pulau Pramuka. Ya, kami singgah dulu di sini untuk makan siang dan berganti kapal kecil untuk menyebrang ke Pulau Air. Dari Pulau Pramuka, Pulau Air sudah terlihat, tinggal beberapa menit lagi sampai di tempat tujuan.

Bayangan ku sesampainya di Pulau Air, sungguh berbeda dari apa yang ku pikir sebelumnya. Ku kira, Pulau Air ini adalah pulau berpenghuni dan kami akan tinggal di home stay seperti perjalananku ke Pulau Pari sebelumnya. Ternyata tidak! Pulau Air ini, pulau kosong dan tak berpenghuni. Katanya, pulau ini milik pribadi, dan dikelola oleh beberapa orang untuk tujuan wisata.


Ini Temen-teman kelompok gue, ada Ka Boru, Bang Derry, Ka Rezeki, Novi, Ka Indiana, dll

Kami, mendarat di salah satu sisi hutan dan mendirikan tenda untuk bermalam. Pengalaman yang benar-benar baru buat gue :D


Membangun Tenda di Pulau Air

Sore itu, kita besiap untuk snorkeling!


Meninggalkan Campground, (tapi bukan meninggalkan kenangan :p), Menuju Tempat Snorkeling>

Gue sudah bersiap dengan pelampung, kaki katak, kacamata dan alat pernafasan. Dan lagi-lagi ga seperti yang gue bayangin sebelumnya. Gue pikir, kita akan snorkeling dari daratan seperti di Pulau Pari. Tapi ini engga! Kita harus terjun dari kapal langsung ke laut buat snorkeling. Dan gue takut asli hahahhahaa, secara gue ga bisa-bisa banget berenang :D


Mari Kita ber-Snorkeling Ria!

Gue masih gamang buat terjun ke laut, dan byuuuuuuuuurrrrrrr…

Gue diceburin sama Novi, hahahaa… kenalan baru gue di trip ini.

Yap, sudah lah gue di laut dan ber-snorkeling ria. Lautnya bagus, airnya jernih, sayang batu karang di sini tak secantik di Pulau Pari, banyak batu karang yang rusak, ahh disayangkan sekali, batu-batu karang di sini rusak. Mungkin karena diinjak oleh para wisatawan.

Snorkeling berlanjut ke laut yang lebih dalam, warna airnya sudah semakin gelap, tekanan airnya pun semakin kencang. Sesak dada ini rasanya. Dan tiba-tiba kaki gue kram, ya sudah gue memutuskan untuk naik lagi ke kapal.

Back to campground…

Yap, udah gue certain sebelumnya kalo kita bermalam di hutan bukan di home stay dan di sini ga ada kamar mandi, kita mandi rame-rame di ruang terbuka, hahahaa, dengan bekal air tawar (yang sebetulnya payau) yang sudah dibeli dari Pulau Pramuka.

Seselainya bersih diri, kami masak-masak dengan menggunakan nesting dan logistik yang kami bawa. Ini juga pengalaman pertama buat gue, masak-masak di hutan pake nesting, pake kompor gas, pake kompor paraffin, seru banget! (dalam hati, ohh ini toh peralatan masaknya anak-anak gunung, heheee)


Yuk Masak-Masak


Suasana Makan Malam Bersama

Hari pun berganti dengan malam, beberapa orang asik di tepian bernyanyi-nyanyi lagu Batak. Ahh seru sekali rupanya mereka.



Ini saatnya api unggun dan tukar kado!


Abaikan Muka-muka kami yang kucel ini hihihi :D


Yang ikut trip ini dari berbagai usia dan latar belakang dari yang umur 5 tahun sampai ada oma-oma yang ikut, hehehe

Berlanjut dengan nyanyi-nyanyi. Banyak yang dangdutan :D

Awalnya gue duduk diem aja liatin mereka pada nyanyi dan joget-joget. Ahhh tapi gue di sini mau ngilangin stress dan lupain sejenak masalah yang ada di kota. Gue ikutan nyanyi-nyanyi dan joget-joget sampe pagi sama mereka hahaha…

03.00 sepertinya, gue mulai capek dan pengen istirahat dan memandang bintang-bintang di langit, sayang langit mendung dan penuh awan. Gue milih tidur di luar tenda, berbaring sama beberapa yang lain, memandang langit malam yang tak berbintang.


Foto dulu yah sebelum meninggalkan Pulau Air

Pagi hari kami sudah bergegas untuk melanjutkan perjalanan, ku pikir kami akan langsung pulang. Tapi tidak, kami mampir ke Pulau Keramba dulu, melihat penangkaran hiu.





Di Pulau Keramba

Perjalanan pun dilanjut ke Pulau Panggang, untuk berpindah ke kapal besar menuju Pelabuhan Muara Angke.

DAN PERJALANAN PULANG INI EPIC!

Kapal besar telah berlayar dari Pulau Panggang, kami saling berbincang dan ada yang bernyanyi. Tapi, ombak besar datang! Kapal pun bergoyang, kami kira ini ombak biasa, dan masih melanjutkan perbincangan. Tapi, siapa sangka, ombak semakin besar, dan sang nahkoda (yang masih kurang berpengalaman ini) tidak berani melanjutkan perjalanan, kapal pun kembali bersandar di Pulau Panggang.

Hiruk pikuk terjadi di kerumunan peserta, ada yang ketakutan ada yang bersikap tenang, ada yang hendak menangis. Dan kita terancam tidak bisa kembali ke Jakarta sore ini. Sedangkan banyak peserta yang harus bekerja esok hari, gue juga.

Ada yang berselisih paham, harus tinggal semalam di Pulau Panggang, ada yang memaksa harus menyebrang sore ini juga. Dan gue pun bingung. Perjalanan gue ini tanpa pamit ke orang tua, kalau pamit belum tentu diperbolehkan. Atasan gue pun ga tau kalau gue lagi pergi ke Kepulauan Seribu. Ada penyesalan sesungguhnya dalam hati, “kenapa engga pamit ke orang tua yah.”

Adzan Dhuhur berkumandang, beberapa orang bergegas ke Masjid untuk sholat, beberapa yang lain masih berdebat, dan beberapa yang lain bingung harus bagaimana.

Balik dari masjid, orang-orang sudah ramai naik ke kapal besar, dan gue tanya, “Kak, ini pada balik ke Jakarta?” … “Iya dek, kamu mau ikut ga?”

Dan dengan segala resikonya, gue ikut rombongan ini ke kapal besar untuk kembali ke Jakarta, kapal sudah mulai berjalan dan gue harus lari-lari masuk ke kapal„, deg-degan juga takut ga bisa dan malah nyemplung ke air

And I am in that ship! Penuh!

Kapal ini usianya sudah tua, keliatan banget dari kayu-kayunya dan bentuk kapalnya, tapi konon nahkodanya amat sangat berpengalaman.

Di tengah perjalanan bukan tanpa hambatan dan ombak. Sebaliknya! Ombak semakin kencang! Kapal terombang-ambing, suara reot kayu tua semakin mendramatisir suasana. Novi, ketakutan dan ingin kembali lagi ke Pulau Panggang, but it’s totally impossible!

Banyak bayi dan anak-anak kecil menangis, meraung, hingga yang dewasa pun demikian. Gue hanya berusaha kalem dan setenang mungkin. Gue pikir, dulu pas di KRI Banjarmasin gue bisa kok lewatin parahnya ombak di Perairan Ambon, but the others logic said, “heyy itu pake Kapal laut, kapal TNI AL buat perang, kapal besi, kapal yang jauh lebih besar dan lebih aman, ini kapal kayu, tua dan reot tanpa pengamaman apa pun”…

Gue tetep kalem dan tenang, ga ada rasa sedih, takut, atau apa pun, semacam mati rasa, Cuma satu yang gue sesali waktu itu, “Kenapa gue ga pamit dulu sama orang tua pas mau jalan”, Cuma itu. Karena, kalau ada apa-apa dalam perjalanan ini, orang tua ga tau, temen-temen deket gue g tau, orang kost-an g tau, dan gimana dengan orang tua gue nantinya? Jika terjadi apa-apa pun, gue ga akan pernah bisa kasih penjelasan…

Alhamdulilllah!

We arrived safely at Kali Adem Harbor


Sampai di Pelabuhan Kali Adem>

Gue langsung kasih kabar orang tua, sesampainya di Pelabuhan Kali Adem. Karena sebetulnya, ternyata selama 2 hari itu, orang tua gue sms dan minta kabar.

Well, gue merasa bersyukur banget, seneng dan lega…

Perjalanan yang EPIC! Perjalanan ke Pulau Air yang penuh air mata.

And glad to know this community met new friends, friend to trip with, to travel with :)

Saung Angklung Udjo: Laboratorium Pelestarian Budaya Sunda

Senin, 9 Juni 2014

Subuh hari aku sudah meluncur menuju Detos (Depok Town Square)! Bukan untuk berbelanja pastinya, tapi untuk membawa rombongan yang akan menghadiri acara Launching Gerakan Sejuta Data Budaya di Saung Angklung Udjo, Bandung. Mereka kebanyakan adalah mahasiswa UI dari berbagai paguyuban daerah, dan ada juga para kang-nong, dan saija-adinda dari Banten. Kang-Nong dan Saija-Adinda ini seperti hanya Mojang-Jajaka Bandung.

Ramai sekali rombongan ini ada sekitar 60-an orang. Aku dengan beberapa teman dari Sobat Budaya, Priska dan Chartika, membawa rombongan melesat menuju Bandung.

Dua jam perjalanan kita tempuh dan akhirnya sampai di Kota Kembang, Bandung!
Dan Sampailah kita di Saung Angklung Udjo yang beralamat di Jalan Padasuka 118, Bandung Timur, Jawa Barat.

Saung Angklung Udjo

Saung Angklung Udjo (SAU) ini didirikan pada tahun 1966 oleh Udjo Ngalagena bersama sang istri Uum Sumiati. Saung ini didirikan dengan maksud untuk melestarikan dan memelihara seni budaya tradisional Sunda, khususnya angklung.

Ketika aku menyambangi Saung ini terlihat ruangan terbuka besar yang merupakan tempat pertunjukan, ada toko yang menjual berbagai kerajinan dari bambu, serta ada juga workshop instrumen musik dari bambu, seperti arumba dan calung. Di bagian belakang, juga ada taman yang luas yang bisa kita gunakan untuk berkegiatan. Ada mushola yang menyediakan pancuran untuk berwudhu, kental sekali dengan suasana desa. Ada juga saung-saung yang bisa digunakan untuk istirahat atau makan.


Tempat Pertunjukan

Berbagai Instrumen Musik Bambu


Toko Souvenir dan Workshop Musik

Saung di Halaman Belakang
Sekarang ini SAU juga menjadi tempat belajar bermain angklung dan instrumen musik dari bambu lainnya. Tidak hanya muda-mudi Bandung yang belajar di sini, para bule juga ada yang belajar di sini. Kebetulan sekali ketika aku main ke SAU dalam rangka Launching Gerakan Sejuta Data Budaya, para bule yang telah belajar di SAU menyumbangkan performances-nya dan menghibur kami.



Launching Gerakan Sejuta Data Budaya

Gerakan Sejuta Data Budaya (GSDB) ini adalah upaya yang dilakukan untuk melestarikan budaya tradisi Indonesia melalui pendataan budaya. GSDB yang didukung oleh para volunteer yang tergabung dalam Komunitas Sobat Budaya berupaya membangun Perpustakaan Digital Budaya Indonesia (DPBI) secara gotong-royong. Ya! Gotong-royong karena kami, turut melibatkan seluruh masyarakat Indonesia ikut serta dalam pendataan budaya tradisi Indonesia. Kami loh ya, karena kebetulan aku juga volunteer di Sobat Budaya hehee :D.

Acara ini dimaksudkan untuk mengenalkan GSDB kepada khalayak ramai, sehingga akan lebih banyak orang yang turut mendata budayanya. GSDB sendiri sudah mendapatkan dukungan dari banyak pihak. Saat acara ini berlangsung, hadir Wagub Jawa Barat, Bapak Deddy Mizwar dan para Duta Budaya dari kalangan publik figur, seperti Melanie Subono, Ramon Y. Tungka, Ayushita dan Leonita.


Para Duta Budaya

Dalam rangkaian acara launching ini, sekaligus juga acara pelepasan para ekspeditor yang akan melakukan ekspedisi budaya di 11 daerah di Indonesia, seperti Tegal, Sukabumi, Ponorogo, Banten, Bali, Sumbar, Kalimantan, dan beberapa daerah lainnya.


Pelepasan Ekspeditor


Aku Bersama Teman-Teman Sobat Budaya






OH, INDAHNYA NUSANTARA!

Pernah berjalan-jalan berkeliling ke beberapa daerah di pelosok Nusantara? Atau sekedar berselancar di dunia maya untuk melihat-lihat keindahan yang ditawarkan oleh bumi Nusantara?

Jika ya, pasti kita merasa takjub dan membelalakkan mata untuk mengagumi keindahan alam dan pemandangannya.

Jika kita menjelajah ke salah satu sudut wilayah Indonesia yang menawarkan keagungan dan keindahan alamnya pasti tak terpisahkan dengan KEBIASAAN, ADAT, BUDAYA DAN TRADISI masyarakatnya. Ya, budaya tradisi yang pastinya melekat di masing-masing wilayah di seluruh Nusantara.

Sepenggal pengalaman yang berharga bagiku, tepat setahun yang lau, Juni di tahun 2013. Senang rasanya, dan ada rasa bangga mewakili almamater (Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)) dalam rangkaian kegiatan Safari Bhakti Kesetiakawanan Sosial (SBKS). Kegiatan SBKS ini diselenggarakan oleh Kementrian Sosial Republik Indonesia, sebagai salah satu upaya merangkul saudara-saudara di Timur Indonesia, dan sebagai Jembatan Kedaulatan NKRI. Tak heran jika kegiatan SBKS ini ingin menjadi kedaulatan NKRI.


"SBKS - JEMBATAN KEDAULATAN NKRI"

Kemensos RI melalui kegiatan SBKS mencoba merangkul dan menyapa saudara-saudara setanah air yang tak terjamah, tak terperhatikan sekian lama oleh Pemerintah, karena akses yang begitu sulit. Dan mungkin, saudara-saudara kita di Timur Indonesia sana merasa di anak-tirikan oleh Pemerintah RI. Kegiatan SBKS, diisi dengan rangkaian kegiatan bakti sosial, pengobatan gratis, edutainment, dan ramah tamah dengan penduduk sekitar. Kegiatan SBKS ini diselenggarakan sejak tanggal 4 Juni hingga 28 Juni 2013, ke tujuh titik tujuan bakti sosial.

Waingapu, Pulau Solor, Pulau Wetar, Ambon, Pulau Haruku, Fakfak, Sorong, Makassar/Pangkep akan menjadi memori yang indah.

Menyambangi titik-titik terluar di Timur Indonesia yang begitu sulit dijangkau, namun menawarkan keindahan alam dan kekayaan BUDAYA TRADISI yang tiada duanya!

Perjalanan ke Timur Indonesia selama 24 hari itu tidak mungkin terlupakan!

Keindahan alam dan pemandangan yang memanjakkan mata sudah pasti, dan yang pasti KEBIASAAN, ADAT, BUDAYA DAN TRADISI yang melekat tak terpisahkan di masyarakatnya.

4 Juni 2013, sekitar pukul 04.00 WIB dini hari berangkat dari kampus bersama Afriza menuju Tanjung Priuk untuk menaiki KRI Banjarmasin 592. Dan dimulailah perjalanan ke Timur Indonesia. …


"BERSAMA AFRIZA DI ATAS KRI BANJARMASIN 592"


"KRI BANJARMASIN 592 MENGANTARKAN KAMI, TIM SBKS MENUJU TIMUR INDONESIA"

Mengenal Indonesia Lebih Jauh

Akhir-akhir ini gue lagi suka banget traveling. Sekali ikutan dan malah jadi ketagihan. Sejauh ini gue mantai (ke pantai) mulu nih, belum pernah naik gunung tapi, hehehe :D

Tujuannya traveling mau ngapain sih?
Awalnya gue mau kabur dari masalah yang menumpuk, mengistirahatkan hati yang lagi super duper galau dan carut marut, saeeelllaahh...

But along the traveling, in the journey it self, we can find something else, something worth it to do. Kita bisa kenalan lebih dekat sama bumi pertiwi, Indonesia. Ga cuma kenalan dan bercumbu sama alam dan poramanaya aja, jauh lebih intim dari pada itu, kita bisa merasakan nafas bumi pertiwi dalam setiap adat dan tradisi yang dijunjung di masing-masing tanah yang kita pijak.

Akhirnya, gue sama temen-temen gue sepakat buat rutin nge-trip, nge-trip yang anti mainstream bareng culturetripID.



Moto culturetripID