Techno Culture Tour: Usaha Sains-Tekno-Budaya

Traveling layaknya menjadi gaya hidup kekinian ya khusunya untuk para kaum urban. Mengunjungi tempat-tempat wisata di berbagai daerah mulai dari wisata dalam negeri hingga ke luar negeri. Seiring dengan tren traveling pun sudah mulai berkembang beberapa konsep traveling, seperti eco-tourism,wisata maritim, wisata cagar alam, wisata konvensi, agro wisata, wisata buru, wisata ziarah,   wisata budaya,  hingga inisiasi baru techno culture tour dari komunitas Sobat Budaya.

Techno culture tour merupakan peluang usaha wisata baru yang dikembangkan oleh Sobat Budaya. Pada dasarnya paket wisata ini menggabungkan, sains modern, teknologi dan pengetahuan budaya. Mengawali usaha tersebut, techno culture tour perdana diselenggarakan pada tanggal 17 April 2017 di Situs Megalitikum Gunung Padang.

Situs Gunung Padang yang berlokasi di Cianjur, Jawa Barat ini dikenal sebagai kawasan Megalitikum tertua di Asia Tenggara. Tumpukan batu yang berundak dan menghampar ini menjadi objek wisata kekinian setelah dibuka jalur masuknya pada tahun 2014. Penduduk sekitar, sesungguhnya sudah mengetahui keberadaan tumpukan batu ini. Namun, mereka mengeramatkannya dan menganggapnya sebagai lokasi Prabu Siliwangi, penguasa turun-temurun Kerajaan Pajajaran yang berusaha membangun istana dalam semalam di kawasan ini.

Namun, data dan informasi dari hasil riset yang dilakukan Sobat Budaya bersama-sama Bandung Fe Instite mengungkap fakta lain yang menarik! Kawasan Megalitik yang dikeramatkan ini menyimpan pengetahuan dan sains yang selama ini tersembunyi. Salah satunya adalah Batu Gamelan yang merupakan sumber bunyi pentatonik f-g-d-a di Gunung Padang.

Batu Gamelan
Kang Nanang (Guide Lokal), Bang Hokky (Peneliti dan Guide Techno Culture Tour) bersama para peseta

Batu Gnomon, Jam Matahari di Situs Megalitikum Gunung Padang

Selain, gugusan batu gamelan, ada pula gugusan batu, disebut gnomon, yang menjadi jam matahari di kawasan megalitikum ini. Nenek moyang kita, pada masa itu, mengukur waktu dan pergantian musim dengan  mengamati pergerakan benda-benda langit seperti matahari, bulan dan bintang yang ditopang dengan pemahaman tentang arah mata angin dan kutub bumi. Pengukuran ini bisa diperoleh pula dengan pengamatan detail atas rasi bintang.

Mike Addock, Peneliti Litofonik Inggris, Peserta Techno Culture Tour

Bersama Yayasan Perceka Art Center

Simulasi Arkeo Astronomi Situs Megalitikum Gunung Padang

Kelima undakan punden berundak Gunung Padang uniknya tidak berada pada garis lurus yang berorientasi arah sama. Undak pertama berorientasi pada Gunung Gede (335 UT). Undak kedua situs Gunung Padang, secara unik berorientasi agak berbeda (015 UT) dengan undakan pertama. Memperhatikan orientasi posisinya, susunan bebatuan itu seolah menghadap ke arah langit utara yang terbuka. Seolah-olah ada upaya kesengajaan menyusun bebatuan tersebut menjadi semacam “jendela” observasi terbitnya banyak gugus bintang yang biasanya digunakan sebagai penunjuk arah Utara. 



Techno culture tour ini sesungguhnya bukan hanya tentang usaha pariwisata tetapi juga sebagai upaya dan gerakan edukasi bahwa terdapat pengetahuan dan sains modern yang terkodekan di balik kekayaan dan keberagaman budaya tradisi di Nusantara.

Uraian singkat mengenai sains di balik objek-objek di Situs Megalitikum Gunung Padang sudah menunjukan bahwa ada pengetahuan dan sains modern yang terkodekan di balik batuan megalit ini. Situs ini menjadi percontohan dari konsep techno culture tour. Selain, situs ini, Sobat Budaya juga bisa membawamu menjelajahi pengetahuan sains modern di balik tempat-tempat wisata budaya di Indonesia, antara lain Danau Toba, Candi Borobudur, Pusat Kerajinan Batik di Solo dan Yogyakarta, dan objek-objek budaya yang lain yang bisa kamu baca terlebih dahulu dalam buku Kode-Kode Nusantara. Ayo menjelajahi sains-tekno-budaya Nusantara!

---
Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs jadimandiri.org

Jalan-jalan ke Tanah Minang!


Siapa suka makan rendang? Atau aneka masakan padang? Buat ku makanan padang jadi salah satu menu favorit nih. Dan beberapa minggu lalu, aku baru saja menyambangi Kota Padang untuk pertama kalinya. Lagi-lagi harus bisa mandiri kan selama traveling ke tempat-tempat baru dan belum punya teman lama di kota yang akan dikunjungi.

Aku datang ke Padang, 6-9 Mei lalu bersama temanku dari Jakarta, Sonia. Kami berdua, sebetulnya belum punya teman lama di kota ini. Kenalan kami di sini adalah teman-teman komunitas yang sebelumnya hanya berbincang via telepon dan whatsapp saja! Hahaa :D

Selain dikenal sebagai kota asal kuliner rendang, kira-kira ada tempat wisata apa saja ya di sana? Let's check it out!

Destinasi pertama yang kusambangi adalah Pantai Padang! Pantai ini berada di pusat kota, bahkan aku bisa melihat horizon lautnya dari hotel tempatku menginap! Pantai Padang juga populer dengan nama Taplau (singkatan tapi lauik, bahasa Minang, yang artinya tepi laut). Pantai ini tergolong panjang, membentang dari daerah Purus hingga muara Batang Arau. Di Pantai Padang ini juga terdapat taman IORA (Indian Ocean Rim Association). Sebuah taman yang dibangun tahun 2015 silam dan akhirnya menjadi salah satu ikon wisata di Kota Padang.



Pantai Padang


Taman IORA
Sumber Foto: Tripadvisor

Destinasi kedua, Museum Adityawarman. Museum ini adalah museum budaya Provinsi Sumatera Barat yang bisa kita jumpai di Kota Padang. Nama Adityawarman sendiri diambil dari nama Raja Malayapura di abad 14. Dan, museum ini juga mendapat julukan sebagai Taman Mini ala Sumatera Barat loh. Di sini kita menemukan beragam objek budaya khas Minang, mulai dari kain, perhiasan, peralatan pernikahan, prasasti, alat musik, alat tenun dan miniatur beragam jenis rumah gadang. Di museum ini kita juga bisa menyewa baju-baju adat Sumatera Barat loh untuk properti foto :)


Museum Adityawarman


Alat Tenun Sumatera Barat

Kebetulan sekali kan aku bawa kain tenun (tapi kain tenun Jepara), yaudah sekalian foto kain tenun bersama alat tenunnya :p.

Destinasi ketiga, Jembatan Siti Nurbaya. Siapa yang tak tahu legenda Siti Nurbaya? Legenda perjodohon yang kerap kali diceritakan saat anak-anak generasi 90-an duduk di bangku SMP dan SMA. Jembatan Siti Nurbaya ini juga merupakan salah satu ikon wisata Kota Padang loh. Jembatan besar sepanjang 600 meter ini membentang dari Jalan Nipah sampai jalan Batang Arau yang juga menghubungkan kota tua Padang dengan Taman Siti Nurbaya, tempat di mana Siti Nurbaya dimakamkan.


Sungai di Bawah Jembatan Siti Nurbaya

Jembatan Siti Nurbaya

Destinasi terakhir, Menara Jam Gadang. Jam Gadang adalah menara jam yang berada di kota Bukittinggi Sumatera Barat. Menara ini memiliki jam dengan ukuran yang besar di keempat sisinya. Inilah alasan mengapa menara ini dinamai Menara Jam Gadang. kosakata dari bahasa Minangkabau, yang artinya jam besar. Banyak orang bilang, belum sah jalan-jalan ke Sumatera Barat kalau belum ke Jam Gadang, untungnya aku sempat mampir kesini ya :D



Jam Gadang, Bukit Tinggi
Setelah menyempatkan diri ke Jam Gadang, usai sudah jalan-jalanku di tanah Minang ini dan harus kembali ke Jakarta. Sampai jumpa lagi kota Padang!

---
Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs jadimandiri.org.

Menyusuri Sungai Sei Gohong, Desa Wisata Budaya Palangkaraya


Bulan April lalu aku menjajakan kaki di tanah Palangkaraya. Tanah yang konon akan menjadi tempat pengganti Jakarta sebagai ibu kota. Palangkaraya, yang berada di Pulau Kalimantan ini tentunya erat dengan masyarakat dayak dan kebudayaannya ya.

Jalan-jalan singkat (cuma dua hari) di Palangkaraya menuntutku untuk jadi traveler yang mandiri ya dan ga boleh manja. Harus bisa mengatur waktu di sela-sela tugas untuk berkeliling dan meng-explore kota ini. Di sini, aku menyambangi beberapa tempat. Namun, destinasi yang paling menarik perhatianku adalah Desa Wisata Sei Gohong. Sebuah desa wisata dan budaya yang terletak di Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah.

Sore itu, 20 April, aku bersama dengan Mba Nur dan adik-adik dari Bina Cita Utama School ke Dermaga Sei Gohong untuk menyusuri sungai besar ini dan melihat penangkaran orang utan yang tinggal di hutan-hutan di kanan-kiri sungai. Meskipun kami kesana sudah terlalu sore, beruntung sekali kami bisa melihat satu orang utan yang menampakan dirinya di pinggir sungai. Jadi ga rugi ya aku sekali kesana dan bisa melihat langsung orang utan yang dilindungi dan dijaga. Dan, ini adalah kali pertama aku lihat orang utan secara langsung :D

Pemandangan di Dermaga Sei Gohong

Dermaga Sei Gohong

Bersama Mba Nur dan adik-adik BCU School

Orang Utan

Semburat Senja di Sungai Sei Gohong

Sore itu, perjalanan kami ditutup dengan semburat senja yang kami lihat dari atas perahu. Terus ada apa lagi ya di Desa Wisata Sei Gohong? Di dekat dermaga ini, ada juga bale untuk pertemuan dan sandung, tempat penyimpanan tulang masyarakat dayak yang telah melalui upacara tiwah. Penasaran? Read more :p

Sandung

Penjaga Sandung

Patung Penjaga Sandung Membawa Tombak

Suku Dayak adalah suku asli yang mendiami wilayah Kalimantan. Di Kalimantan Tengah, kita akan banyak menemui Suku Dayak Ngaju. Banyak dari mereka masih menganut kepercayaan Kaharingan. Dalam kepercayaan ini ritual kematian adalah bagian paling tinggi dalam tatanan budaya dayak. Karena, kematian dianggap sebagai awal dari perjalanan panjang menuju sebayan (alam setelah kehidupan).

Untuk memberikan bekal bagi arwah yang telah meninggal, jasad suku dayak ngaju akan diupacarai tiwah dan tulang belulangnya akan disimpan di dalam sandung. Sandung ini terbuat dari kayu ulin atau kayu besi. Keluarga yang hendak melaksanakan upacara tiwah dan membangun sandung, membutuhkan biaya yang sangat besar, karena kebutuhan syarat upacara yang mahal dan upacara ini diselenggarakan selama seminggu penuh.

Wah, Nusantara ini memang punya keunikan ya di setiap jengkal tanahnya, mulai dari suku, budaya dan wisatanya. Jadi setelah ini, akan explore kemana lagi?

---
Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs jadimandiri.org.