Kisah Seorang Amatir Mendaki Gunung Parang


Badega Gunung Parang, Desa Cihenyi, Purwakarta

Sabtu pagi, aku bersama dua temanku, Inel dan Yudith, sampai di obyek wisata Badega Gunung Parang, Purwakarta. Selama dua hari ke depan kami akan tinggal di sini, hendak mengeksplor Purwakarta. Obyek wisata ini, dibangun layaknya kampung budaya, terdapat saung-saung yang terbuat dari bilik bambu menghadap gunung parang. Para wisatawan bisa menginap di sini, aku pun menginap di salah satu saung yang tepat menghadap gunung parang.

Sabtu-Minggu, 19-20 April, kami memang sudah menjadwalkan untuk ke Purwakarta, jalan-jalan sekaligus melepas penat setelah riuh dengan hiruk pikuk pekerjaan, komunitas, dan urusan bisnis di Jakarta. Ku pikir, kita hanya akan jelajah kota Purwakarta, tidak terlintas dalam pikiranku, kalau jalan-jalan kita kali ini ke Purwakarta, akan juga mendaki gunung, hi hi hi :D

Aku memang orang yang suka berkeliling, berjalan-jalan, kemana pun! Ke pantai, keliling kota, ke desa, ke kota, (atau mungkin ke gunung?!). Jujur, aku belum pernah mendaki gunung. Ya, walau pun aku sudah pernah berjalan kaki menjelajahi baduy luar dan baduy dalam, yang katanya, trek-nya lebih susah dibandingkan gunung papandayan. Atau ke gunung kapur?! Yang entah, itu bisa disebut gunung atau bukan, ketinggiannya hanya, mungkin dibawah 2.000 mdpl?

Berbeda dengan dua temanku, mereka sudah pernah beberapa kali mendaki gunung. Mereka amat antusias untuk mendaki gunung parang dan melihat sunset dari puncaknya.


Gunung Parang dilihat dari rumah wisata Badega Gunung Parang

Itulah secuil penampakan tentang Gunung Parang yang akan kami daki esok dini hari.

Foto diambil dari pelataran saung Badega Gunung Parang berikut:



Jadilah, Minggu dini hari, sekitar pukul 03.00, diantar seorang guide lokal kami mendaki gunung parang. Gunung Parang ini adalah gunung batu. Selain menjadi objek aktivitas pendakian, gunung parang juga merupakan objek climbing. Banyak para pemanjat yang melakukan climbing di gunung parang. Dari saung Badega Gunung Parang pun kita sering kali bisa melihat para pemanjat yang bergelantungan di sisi Gunung Parang.

Sebagai seorang amatir, yang belum pernah naik gunung sungguhan, dan tidak tahu sama sekali kalau jalan-jalan kali ini akan naik gunung, aku sedikit kaget! Ha ha ha :D, lihat saja, aku hanya memakai flatshoes dan tidak membawa sepatu/sendal untuk trekking :P. Trek pendakian ini sungguh sulit, banyak bebatuan, dan hampir semua jalur trek didominasi oleh bebatuan. Hari masih amat gelap, batu yang tajam dan tanah yang basah serta licin, mempersulitku dalam melangkahkan kaki mengikuti teman-temanku.

Di tengah perjalanan, sempat juga terpeleset (atau terpelosok?) dan hampir jatuh ke bawah, dengan kanan-kiri jurang! karena salah menumpu pada tanah basah yang licin. Yudith membantu ku untuk menggeser badan ke tanah yang lebih kering, dan mencoba berdiri lagi.

Selama hampir tiga jam perjalanan menuju summit pertama Gunung Parang, aku berhenti beberapakali (mungkin teramat sering?) karena nafas yang tersengal-sengal. Dan seringkali kaki mengantuk batu, sehingga terasa nyeri. Hampir tiga jam perjaanan, dan matahari sudah mulai nampak bersemu merah.

Kita tidak bisa mencapai puncak Gunung Parang, batas terjauh pendakian kita adalah summit pertama Gunung Parang. Jarak ke puncak masih amat jauh, dan kalau dilanjutkan pun, matahari sudah tinggi di atas kepala. Kata Inel, muka ku sudah pucak, mungkin karena kelelahan dan kehabisan nafas hahaha :D

Menurut mereka, Inel dan Yudith, yang sudah pernah mendaki gunung sebelumnya, trekking Gunung Parang ini memang sangat susah. Trekking ini cocok bagi para pendaki yang ingin merasakan rute baru, adrenalin baru, dan tingkat kesulitan yang baru. So, if you are a mountaineer, are you dare to hike this mountain?!

Ya ini secuil pemandangan yang bisa didokumentasikan oleh Inel di summit pertama Gunung Parang, ketika matahari memunculkan semburat warna merah:




Waduk Jatiluhur dan Gunung Lembu terlihat dari summit Gunung Parang




Perbukitan dan Kawasan Gunung Lembu yang Terlihat dari Summit Gunung Parang

Begitulah kisahku, seorang amatir yang mencoba mendaki Gunung Parang. Mungkin terbesit penyesalan dan kekecewaan di hati kedua temanku, karena gagal mencapai puncak dan tidak bisa melihat semburat cahaya matahari yang terbit, serta pemandangan Purwakarta dari puncak Gunung Parang.



Perempuan dan Petualangan


Sumber foto Google

Berpetualang adalah meninggalkan kenyamanan yang kita peroleh sehari-hari, untuk merasakan kehidupan yang lain, yang amat sangat berbeda dengan keseharian kita. Menuju tempat baru, budaya yang baru, orang-orang yang baru, norma dan aturan-aturan yang sama sekali baru. Berpetualang adalah upaya survive jauh di luar zona nyaman kita.

"Para petualang, yang mampu survive mengalahkan kenyamanan yang dienyam sehari-hari adalah seorang petarung hidup yang handal, petualang adalah pasangan yang menyenangkan"

Mengapa demikian? Setelah mengulik dan membaca artikel dari hipwee, demikianlah alasannya:

1. Petualang pastinya suka menyambangi tempat-tempat baru, sehingga para petualang kaya wawasan dan ilmu

2. Perjalanan dan petualangan menempa para petualang menjadi pribadi yang tangguh, dan berani menghadapi risiko

3. Dengan bertualang, seorang petualang mempunyai banyak cerita yang tidak akan pernah membosankan, hubungan pun akan penuh warna dan cerita

4. Dalam setiap perjalanan, kejutan adalah sesuatu yang tidak bisa dielakkan, sehingga petualang tidak takut menghadapi perubahan

5. Petualan yang menikmati kehidupan berdampingan dengan alam, akan menghargai alam raya, orang lain dan dirinya dengan lebih baik

6. Petualang adalah menempa diri mereka sendiri menjadi pribadi yang mandiri

7. Petualangan mengajarkan untuk menghargai perbedaan dan berpikir terbuka

Filosofi Kopi the Movie: Walau tak ada yang sempurna, Hidup ini indah begini adanya



Better late than never,

Gue udah nonton Filosofi Kopi the Movie dari tanggal 5 April 2015, tapi baru sempet nulis pengalaman gue mengikuti perjalanan Ben menemukan kopinya, dan tentu pengalaman gue tentang menyelami kumpulan puisi dan prosanya Dee Lestari tentang Filosofi Kopi.

Yap, gue dapet tiket nonton bareng dari Grazia Magazine buat nobar Filosofi Kopi the Movie bareng sutradara dan cast-nya! Waw! Pengalaman yang ga bisa semua orang dapet kan, hehehe, *gaya banget*

Penilaian gue tentang film ini? Bagus banget! Film ini diracik secara pas, layaknya Ben meracik kopi tiwus. Filmya memang tidak sempurna, tapi film ini indah begini adanya ~

Tau kan, kalo komen gue itu, layaknya filosofi Kopi Tiwus? Walau tak ada yang sempurna, tapi hidup begini indah adanya ~

Kenapa gue bilang film ini kaya kopi Tiwus? Walau tidak sempurna tapi indah adanya?

Film ini bukan cuma cerita tentang kopi buat gue, lebih dari itu film ini bercerita tentang perjalanan, tentang kehidupan seseorang dan orang-orang di sekelilingnya. Film ini bercerita tentang keluarga, persahabatan, cinta, passion, perjuangan, dan a journey to find our self, untuk berdamai dengan diri sendiri.

Film ini, jadi salah satu film indonesia yang bisa bikin gue nangis! Karena penggarapan dan pengolahan emosi yang begitu dalam, jarang ada film Indonesia yang bisa mengolah emosi sedalam ini, sampe penontonnya bisa merasakan hal yang dirasakan oleh pemain film. Emosi gue terasa teraduk-aduk terutama ketika adegan keluarga Ben di masa silam. Perampasan kebun kopi, dan pembunuhan ibu Ben sewaktu kecil. Dan juga, ketika pada akhirnya ayah Ben, memberikan gulungan kertas tentang ancaman pembunuhan untuk Ben setelah sekian lama rahasia itu ditutup rapat-rapat.

Karena gue udah baca kumpulan puisi dan prosanya Dee Lestari, makanya gue tau kalo film ini ga sesuai-sesuai banget sama tulisannya Dee tentang Filosofi Kopi. Sebetulnya sosok Ell di buku itu ga ada. Ell adalah tokoh subyektif yang dimunculkan Angga Dwimas Sasongko, sang sutradara, untuk menjadi pemantik dan katalisator film ini.

Dalam film ini pun tak ada sosok aku, sang perempuan, yang membantu Ben dan Jody sedari awal untuk membangun dan membuka Kedai Filosofi Kopi. Perjalanan Ben keliling dunia untuk belajar meracik kopi dan perjuangan mereka bertiga merintis Kedai Filosofi Kopi pun kurang tergambarkan dalam cerita ini.

But over all, this movie is worth it to watch!

Kalau lo mau nemuin karakter diri lo melalui secangkir kopi, lo bisa temuin di Filosofi Kopi the Movie.


Sutradara, Cast, Produser dan Creative Marketing Filosofi Kopi the Movie


***
Sekedar info tambahan aja, kalo lo nonton film ini, tiket bioskopnya jangan dibuang! Lo bisa masuk ke konsernya Filosofi Kopi the Movie di Rolling Stones cafe tanggal 13 April 2015, dan tiketnya juga bisa ditukerin sama secangkir kopi di Kedai Filosofi Kopi di Melawai, Blok M.







Sepenggal Kisah dari Penikmat Kopi

Sabtu pagi, 4 April 2015, aku bergegas ke Masjid Al-Mu'minin di Cipinang tidak terlalu jauh dari Mall Arion. Aku mau menghadiri hari bahagia temanku,Mba Tyas, aku menghadiri hari pernikahannya! Wah, sudah banyak sekali temanku yang menikah. Minggu lalu, aku juga menghadiri pernikahan teman kuliahku, enteph. Temen-temen udah pada nikah, terus akunya kapan? #eh

Hari Sabtu masih sangat panjang loh ya, sebagai seorang single, males banget lah ya, hari sabtu gini langsung balik, hihihi. Karena aku suka jalan dan doyan kopi, akhirnya melipir ke Kedai Locale. Salah satu tempat ngopi yang direkomendasiin sama temenku, Dodo, di daerah Rawamangun, cukup dekat dari Masjid Al-Mu'minin.

Okey, say happy wedding to Mba Tyas done! Langsung meluncur ke Kedai Locale!

Aku ga tau daerah rawamangun, jadi masih meraba-raba banget di mana lokasinya. Patokannya sih naik angkot 02 dari depan gang masjid, terus turun di Gereja HKBP. Sambil lirik kanan-kiri, lihat-lihat sambil nyari di mana kedai locale. Akhirnya, kelihatan juga tuh papan kedai locale-nya :D


Papan Kedai Locale yang bisa kita lihat dari Jalan, jawa banget yah :D


Nah ini papannya yang bikin aku ngeh, klo ini kedai locale. Ga jadi nyasar kan ~

Jadi Kedai Locale itu alamatnya di Jalan Balai Pustaka Timur Blok C6, Rawamangun, Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jkt 13220. No telponnya (021) 4892640. Lengkap banget kan aku kasih alamatnya, heheee :D


Welcome to Kedai Locale!

Dari luar, kelihatan tempatnya luas, banyak ruangan terbuka di outdoor-nya, suasananya asik sih. Di Kedai Locale ada tempat ngopi outdoor dan indoor. Outdoor-nya ada di bagian depan dan samping kedai. Indoor-nya, ada 3 lantai. Tapi saat itu, lantai 3 sedang direnovasi, jadi aku ga bisa ngintip-ngintip tempat ngopi di lantai 3 deh.

Yuk lihat-lihat spot ngopi asik di Kedai Locale!


Teras/Outdoor room, Ngopi-ngopi sambil ngerokok? Di sini tempatnya


Suasana tempat ngopi outdoor

Di teras/outdoor room juga ada spot yang disetting seperti taman. Suasananya hijau dan nyaman. Ini spot favorit keduaku.


Membuka pintu, dan memasui kedai. Voilaaaa! Keren cuy!


This is my Favourite Spot!


Para Barista, yang akan meracik kopi-kopi pilihan kita ;)

Aku duduk di spot favoritku itu, diterangi sama lampu-lampu yang temaram itu, ishhh romantis banget sih! Sayang sendiri :p, , Aku menikmati secangkir kopi gayo, sembari membaca Novel Buddha. Ciamik view dan suasananya!
Sembari nungguin temen-temen yang mau dateng sih, *pembelaan banget biar ga dibilang, Sabtu malam sendirian nongkrong di coffee shop :p*

Nyobain kopi Sumatera Gayo buat pertama kali, dengan metode manual brew, soft, tanpa gula! Rasanya bittersweet, manis, tapi manisnya kopi ya begitulah, manis-manis pahit, atau pahit-pahit manis? Ya begitulah kopi, seperti hidup ~

Ah, jadi teringat percakapan pertama sama seseorang, aku pernah bilang, iya kemaren aku abis nonton film, terus aku suka kalimat ini, "Kita harus cobain rasanya kopi pahit, tanpa gula, biar kita bisa rasain manisnya hidup."

Temen-temen udah pada dateng dan kita mau eksplor tempat ini dong yah, intip-intip setiap spot yang cantik :)

Kalau mau naik ke lantai 2 kita akan lihat view menarik ini:


Topeng! Hai buka dulu topengmu! Aku ingin melihat wajahmu, auooo ~


Kopi-kopi dalam cangkir yang diabadikan di atas kanvas


Lampion. Hai cahaya bintang dan bulan terangilah jalanku dalam pekatnya malam,


Salah satu pojok ngopi di lantai 2


Pojok ngopi yang lain di lantai 2

Hari semakin sore, tapi kami masih belum beranjak dari this lovely place, akhirnya aku pesan kopi lagi. Aku cobain affoghato. Aku pesan affoghato karena penasaran, baru beberapa hari lalu baca Novel Blue Romance, yang menceritakan kisah-kisah banyak orang, dengan pilihan kopinya masing-masing. Cerita pertama novel itu tentang Rainy Saturday, pilihan kopinya affoghato. Di novel itu, Blue Romance Cafe menyajikan affoghato dengan espresso dan es krim yang dipisah. Kita sebagai penikmat akan menuangkan sendiri espresso ke atas es krim, dan melihat ek krim itu perlahan-lahan mencair.

Aku kira di Kedai Locale juga akan seperti itu. Tapi ternyata engga. Espresso disajikan di dasar gelas, dan ada es krim di atasnya. Oke, berbeda dengan apa yang aku bayangkan. Tapi rasanya tetap enak. Rasa espresso yang kuat masih bisa kita cicip, dan es krim yang manis, lumer di mulut kita.

Hari semakin sore, tapi hujan di luar, akhirnya ya menghabiskan sabtu sore sepenuhnya di sini sama teman-teman. Ngobrolnya? Random abis, mulai dari ngobrolin komunitas, kegiatan, curhat-curhatan, bahas Mba Tyas yang baru banget aja jadi manten, sampe ngobrolin make up dan nyoba-nyoba koleksi lipstik para cewe-cewe. Kasihan si Dodo, yang cowo sendiri, ngelihatin kita cewe-cewe yang pada nyoba-nyoba lipstik, heheheh :D

Tempat ini unik, asik dan nyaman banget buat ngopi. This is a recommended place to hang out and drink couples cup of coffee! Hehee :D
Sayangnya, cermin di depan kamar mandi ketianggian! Buat aku yang berbadan mungil ini, karena ga mau dibialng pendek, hehhe, jadi ga bisa ngaca! Huhuhu
Sama aku ga suka sama aroma hand soapnya, hvft ~

Mungkin, kita emang udah terlalu lama kali yah nongkrong di sini, dari jam 11 siang dan jam 6 juga belum beranjak, bahkan kita pindah-pindah tempat, kita seakan disuruh pulang secara halus sih sama waiter-nya. Mungkin karena ini malam minggu, jadi akan ramai pengunjung, jam-jam segini. Ngeselin sih, tapi yaudah. Hari juga sudah semakin gelap, hujan juga sudah reda, dan mari pulang.

Aku Diponegoro: Menyelami Sejarah Masa Silam di Galeri Nasional

Aku bersama dengan Dunan dan Hamster, pagi itu berangkat menuju Kota Tua dari Senayan. Kami mau melihat pementasan wayang beber metropolitan di Museum Wayang.
Acara sudah usai, tapi hari masih siang. Kami yang doyan jalan ini akhirnya melanjutkan jelajah kami ke Galeri Nasional.

Galeri Nasional adalah museum dan pusat kegiatan seni rupa untuk melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan koleksi seni rupa sebagai sarana edukasi –kultural dan rekreasi, serta sebagai media peningkatan kreativitas dan apresiasi seni. Museum ini berada di kawasan Medan Merdeka dekat dengan Monas, dan Gambir.

Minggu, 22 Februari aku mengunjungi Galeri Nasional dan kebetulan sedang ada pameran tentang Aku Diponegoro. Acara ini tidak dipungut biaya, kita tinggal mendaftar dan menitipkan semua barang bawaan kita ke panitia (hp dan kamera diperbolehkan untuk dibawa).
Siang itu pengunjung yang hendak melihat pameran ini sangat ramai, sehingga kita harus mengantri dan waktu kunjungan dibatasi selama 15 menit saja. Sayang sekali, karena banyak objek yang dipamerkan, tetapi waktu kunjungan cepat sekali.

Nah ini dia, objek-objek yang sempat diabadikan :D


Pameran ini bertajuk "Aku Diponegoro, Pangeran Dalam Ingatan Bangsa"
Jika Diponegoro adalah Pangeran dalam ingatan bangsa, lalu mau kah kau jadi pangeran dalam ingatanku? #ehh *salah fokus* :p

Ya, siapa yang tak kenal dengan Pangeran Diponegoro? Salah seorang pejuang Indonesia di masa silam, yang selalu diceritakan dan diajarkan kisahnya dalam pelajaran-pelajaran sejarah di sekolah.


Sosok Pangeran Diponegoro


Ini adalah salah satu lukisan yang telah dikurasi (diperbaiki), menggambarkan tentang penghianatan orang Belanda yang dilakukan di masa silam kepada Pangeran Diponegoro


Mereka Ditodong Senjata!


Quotes of the Day!


Wayang

Wayang-wayang itu dibuat oleh RM Koeswadji Kawendra Susanta untuk memberikan inspirasi atas perjuangan Pangeran Diponegoro, turut merebut kemerdekaan. Wayang-wayang ini didatangkan dari Muswum Wayang Kekayon.

Ini adalah salah satu tembok di sudut-sudut Galeri Nasional

I do Insane? or Indonesia? You tell me!



Bersama Dunan dan Hamster, partner jalanku hari ini :D

Yaaap, sudah keliling-keliling, dari satu gedung ke gedung lainnya di kawasan Galeri Nasional dan puas menikmati pameran lukisannya. Mari pulang

Main Arung Jeram di Sungai Cicatih

SIAPA SUKA MAIN AIRRRRR ???

GUE SIH SUKA BANGEETTTT !!!

Jadilah gue ikutan ngetrip ke Sukabumi sama anak-anak Backpacker Jakarta buat Rafting. Ini kali kedua gue ikutan ngetrip bareng mereka, sebelumnya gue ikutan trip ke Pulau Air.

Sabtu sore, 13 Desember 2014, kita pada ngumpul di halte Cawang Uki. Kita akan berangkat bareng ke Pelabuhan Ratu naik bus yang udah disewa. Karena macet dan lain sebagainya, malam hari setelah isya barulah kita jalan menuju Pelabuhan Ratu.

Pantai Pelabuhan Ratu ada di pesisir selatan Jawa Barat. Pantai ini terkenal dengan pantainya yang ombak yang besar dan kuat, sangat cocok untuk berselancar. Sepanjang pantai kita bisa menemukan banyak restoran hidangan laut. Masyarakat setempat juga memiliki kepercayaan pada Ratu Kidul, sang penguasa laut selatan.


Sesampainya di Pelabuhan Ratu, kita mendirikan tenda dan ngobrol-ngobrol, curhat-curhatan, mainan kartu, nyanyi, lihatin bintang, foto-foto dan bergalau ria mungkin? Hahahah :D
Kebiasaan banget, kalau acara gini, pasti gue tidur udah hampir pagi, karena gue suka menikmati suasananya, suasana malam di dekat pantai, semilir angin yang sepoi-sepoi, suara deburan ombak, langit yang ditaburi bintang-bintang, yang gak akan kita temui di Jakarta!


Langit yang kami pandangi malam itu ~
Foto oleh Bagus

Pagi hari, aku dan Mba Vita (kenalan baru nih di trip ini, yang sekarang malah ikutan jadi volunteer bareng di Sobat Budaya Jakarta) jalan-jalan menyusuri pantai dan foto-foto dong :D


Anak Pantai wanna be ~


Ini sama Mba Vita

Karena ini ngetrip ala backpacker, kita tidur di tenda, dan masak-masak sendiri pake kompor portable dan nesting ala anak gunung :D


Masih ada yang bobok-bobok


Makan bersama setelah masak-masak bersama

Hari sudah cukup siang, kita berbenah dan meluncur ke Sukabumi! Menuju Sungai Titatih buat rafting! Yeaayy :D

Sungai Cicatih, bisa dibilang salah satu alternaif sungai yang bisa dijadikan pilihan buat permainan arung jeram. Di Sukabumi, arung jeram di Sungati Citatih ini cukup populer.

Waktu itu rombongan trip kami, pilih paket rafting sepanjang 13 KM di Niagara Rafting! Waw! Panjang dan lumayan lama loh, sekitar 2 jam. Sungai ini cukup dalam, arusnya juga deras.


Sembari menunggu peralatan rafting disiapkan, foto-foto dulu yaaahh :)

Ketika mau rafting kita disuruh mengenakan pelampung, topi pelindung kepala, dan membawa dayung masing-masing. Setelah mengenakan peralatan, kita di-briefing dulu oleh pelatih, bagaimana cara mendayung dan apa yang harus dilakukan selama ber-rafting ria :D


Pasukan sudah siap meluncur! :D

Perahu karet yang aku tumpangi di isi oleh 6 orang, dengan 1 pemandu. Pemandunya juga selalu memberikan informasi sepanjang perjalanan. Ada banyak nama untuk setiap pusaran, namanya lucu-lucu dan menarik. Aku tak ingat pasti semua nama-nama itu, tapi ada yang namanya pusaran asmara karena ada yang pernah nembak di situ dan akhirnya pacaran, pusaran gigi patah dan lain sebagainya.


Salah satu keseruan saat rafting

Selama rafting ini aku turun sekali untuk berenang di sungai yang aliran sungainya tenang, dan jatuh sekali ketika pusaran air cukup deras! Awalnya sangat panik! Tapi, ini pengalaman yang seru!


It's so much fun!



Rafting pun berakhir!
Kami membersihkan diri dan menikmati air kelapa muda yang telah disiapkan. Niagara rafting juga sudah menyediakan fasilitas pijit dan makan.

Hari sudah semakin sore dan gelap, kami pun pulang kembali ke Jakarta.

Explore Oud Batavia

Sabtu pagi, 14 Maret 2015, aku bergegas ke Shelter TransJakarta Bunderan Senayan menuju Kota Tua. Ya, hari ini aku dan teman-teman dari Sobat Budaya Jakarta dan Culture Trip ID akan meng-Explore Oud Batavia!

Oud Batavia atau yang sekarang dikenal sebagai Kota Tua Jakarta, dulunya adalah tempat pemukiman orang-orang dari berbagai pelosok Nusantara yang berdagang dan berlabuh di Pelabuhan Sunda Kelapa. Kemudian lama-lama bermukim di kawasan ini. Tidak hanya orang pribumi, tetapi juga orang-orang dari Melayu, Arab, Tiongkok, Belanda, Portugal, Inggris dan yang lainnya.

Kawasan di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa akhirnya dibangun dan menjadi pemukiman yang dinamai Batavia. Nama Batavia ini pun kemudian bergeser menjadi Betawi. Karena pemukiman ini terdiri dari orang-orang dari berbagai wilayah dan kebudayaan, maka budaya Betawi adalah hasil akulturasi dari berbagai budaya tersebut, oleh karena itu budaya Betawi disebut juga sebagai budaya mestizo.
Ya itu aja sih secuil sejarah tentang Oud Batavia hehee :D

Yup, mari kita Explore Oud Batavia!

Sebetulnya ada banyak banget objek wisata dan objek budaya yang ada di kawasan Kota Tua. Tapi kali ini, aku dan teman-teman cuma berkunjung ke beberapa tempat nih, Museum Wayang, Perpustakaan Museum Fatahillah, Rumah Akar, Museum Bahari dan Menara Syahbandar. Maklum mengitari itu saja sudah bikin kaki gempor heheee.

Objek-objek wisata dan budaya yang lainnya, akan ditulis nanti-nanti ya, di session Explore Oud Batavia part 2! :D

Museum Wayang!



Museum ini jadi destinasi pertama nih di kegiatan Explore Oud Batavia ini. Untuk masuk ke Museum Wayang kita cukup membayar tiket seharga Rp. 5.000,00 (dewasa), dan Rp. 3.000,00 jika kita menunjukan kartu mahasiswa atau kartu pelajar.

Aku memang sudah beberapa kali menyambangi tempat ini, tapi seakan tak pernah habis untuk dieksplorasi! Selalu ada objek-objek yang baru sempat aku lihat, atau karena memang aku kurang jeli dan perhatian sama kamu? Eh sama objek-objek budaya yang ada di Museum Wayang maksudnya.

Jadi di sabtu pagi ini museum wayang ini masih (amat) sepi. Ketika bertanya ke petugas, petugas menceritakan kalau, museum akan mulai ramai di siang hari dan sore hari. Dan juga, setiap hari Minggu biasanya akan ada pentas budaya yang rutin digelar. Jadi, kalau kamu mau ke Kota Tua, terutama mau ke Museum Wayang lebih baik di hari Minggu. Aku sendiri beberapa minggu lalu, ke Museum Wayang dan ada gelaran Wayang Beber Metropolitan. Gelaran wayang ini menarik, karena biasanya aku melihat gelaran wayang kulit atau wayang golek. Aku baru melihat gelaran wayang beber ini pertama kali.


Ini Ivo, salah satu teman yang ikutan acara Explore Batavia. Tapi aku bukan mau kenalin Ivo-nya yah :p. Nah itu di belakang Ivo, ada semacam workshop yang jual pernak-pernik dan ornamen-ornamen etnik dan wayang-wayangan

Muter-muter dan foto-foto di Museum Wayang sudah! Perut terasa lapar yah, maklum pagi-pagi ke Kota Tua tanpa sarapan dulu. Akhirnya aku dan teman-teman makan nasi pecel di pelataran depan Museum Kota Fatahillah.


Ini Rahma, teman kuliahku, sebelum makan selfie dulu ya sama Simbok yang jualan pecel :p

Perpustakaan Museum Fatahillah

Nah ini salah satu tempat yang baru aku lihat setelah beberapa kali main-main ke Kota Tua Jakarta. Jadi, perpustakaan ini adalah semacam perpustakaan mini yang hanya pakai tenda seukuran kurang lebih, berapa ya, 20x10 meter mungkin, di pelataran depan museum wayang.
Perpustakaan ini menyediakan cukup banyak koleksi buku, terutama buku-buku tentang budaya, betawi, nusantara dan Indonesia.

Dijaga oleh seorang bapak tua yang berpakaian nyentrik. Ya! Nyentrik, karena mengenakan baju seperti baju adat orang Madura, warna coklat dan garis-garis, serta pakai topi bulat seperti orang londo (orang belanda) jaman dulu. Topi yang bisa kita lihat di penyewaan sepeda depan Museum Fatahilah. Dan Bapak ini juga memarkir sepeda onthelnya di depan perpustakaan ini. Bapak ini juga sudah hafal dengan kawasan Kota Tua hingga Sunda Kelapa, aku sempat bertanya-tanya kepada bapak ini, bagaimana aku dan teman-teman bisa menuju Museum Bahari yang lokasinya berada di dekat Pelabuhan Sunda Kelapa.

Di sini tersedia beberapa kursi lipat yang bisa digunakan pengunjung untuk duduk-duduk sembari membaca buku. Pagi itu, ada beberapa anak-anak yang sedang asik memilih buku dan membaca buku.


Nah ini dia sedikit penampakan dari Perpustakaan Museum Fatahillah

Rumah Akar
Rumah akar ini, konon katanya seram. Banyak pengunjung yang mengalami kejadian-kejadian mistis di sini. Tapi, banyak juga loh orang-orang yang melakukan foto pre-wedding di sini. Untuk masuk ke dalam, biayanya cukup mahal, Rp.100.000 untuk 8 orang per lima belas menit. Hohohoho ~





Museum Bahari



Museum Bahari ini lokasinya cukup jauh dari Kawasan Kota Tua, kita harus naik angkot sekali menuju Museum Bahari. Ini pertama kalinya aku ke Museum Bahari dan ke kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa.
Untuk masuk ke Museum Bahari sama saja seperti masuk ke Museum Wayang, cukup membayar tiket seharga Rp. 5.000,00 (dewasa), dan Rp. 3.000,00 jika kita menunjukan kartu mahasiswa atau kartu pelajar.

Museum ini sangat besar, ada beberapa bangunan dan terdiri dari beberapa tingkat. Tapi, museum ini sungguh sangat sepi. Ketika di depan museum bahari, kami hanya melihat beberapa orang wisatawan.

Museum ini banyak menampilkan koleksi perahu-perahu kayu, seperti kayu Phinisi dan beberapa jenis perahu lain di lantai 1. Aku kurang tertarik dengan objek-objek ini.


Berlayar yuk dengan bahtera (kapal) ini, Bahtera rumah tangga :p

Kemudian, naik ke lantai 2. Daaaannnn, pemandangan di lantai 2 ini benar-benar membelalakkan mataku! Kereeeenn loh!

Di lantai 2 ini ada berbagai macam objek budaya, patung-patung, film, cerita dan dongeng yang dipajang dan ditata dengan cantik. Mengisahkan sejarah maritime dan bahari Indonesia masa lampau. Ada juga beberapa objek yang memiliki sensor khsusus, sehingga ketika ada pengunjung yang mendekat, secara otomatis akan terputar film documenter tentang sejarah maritim masa lalu.


Wow ada putri duyung!

Ada juga semacam toko (bukan toko betulan yang pasti) rempah-rempah. Di dalam toko tersebut kita bisa melihat beberapa jenis rempah-rempah Indonesia, seperti kayu manis, cengkeh, kunyit, jahe dan ada beberapa jenis rempah yang aku baru tahu.


Rempah-rempah Nusantara. Yang dulu jadi komoditi perdagangan utama di Nusantara

Selama berjalan menyusuri bangunan ini di lantai 2, di gedung yang berbeda, kita juga menemukan perpustakaan bahari. Sayangnya, perpustakaan ini tutup, sehingga aku tidak bisa melihat-lihat ke dalam perpustakaan.


Ini dia perpustakaannya, dan please abaikan yang foto itu !

Di penghujung ruangan kita juga bisa melihat ada alat pengerek untuk menaik-turunkan benda dari lantai 1 ke lantai 2 dan sebaliknya.


Ini dia alat pengereknya, dan itu bukan penampakan! Itu Indah, hehee :D

Memasuki sisi gedung yang lainnya, kita juga melihat ada Café Bahari. Dan, tempat ini juga tutup, padahal kami amat kehausan dan kelaparan, selain kepo dengan isi café bahari tentunya kami juga ingin menikmati sajian makanan dan view dari café ini.


Ini Museum Bahari yang tutup itu huhuhu :(


Ini salah satu view di pelataran Museum Bahari. Sekilas mirip Lawang Sewu yah, hehee :D

Sebetulnya masih banyak objek-objek yang menarik di Museum Bahari ini. Dan buat kamu yang ada di Jakarta tapi belum pernah ke sini, coba deh sekali-sekali kesini, worth it to visit deh tempatnya :)

Menara Syahbandar

Menara ini cukup tinggi, dan kita harus menaiki tangga demi tangga untuk sampai ke bagian teratas dari menara ini. Capek! Ketika menaiki tangga demi tangga yang berwarna merah itu, yang terlintas dipikiranku adalah, “wah ini seperti museum Anne Frank”, hahaha. Ya, aku memang belum pernah ke Museum Anne Frank, tapi aku pernah membaca tulisan tentang museum ini.


Narsis di Menara Syahbandar

Setelah, menaiki tangga demi tangga, dengan nafas yang tersengal-sengal akhirnya sampai juga di bagian teratas dari menara ini. Di bagian ini, ada 3 sisi (seperti jendela) yang terbuka, sehingga kita bisa melihat Oud Batavia dari atas. Sejauh mata memandang aku bisa melihat beberapa kapal yang sedang bersandar di Pelabuhan Sunda Kelapa. “Oh itu toh yang namanya Pelabuhan Sunda Kelapa” gumamku dalam hati. Pelabuhannya kecil menurutku, dan tidak terlalu banyak aktivitas yang kulihat pada siang hari itu. Dan siapa sangka, kalau dahulu kala, pelabuhan ini adalah pelabuhan yang memiliki aktivitas perdanganan sangat tinggi, dan juga menjadi tempat bersejarah, cikal bakal Jakarta di masa sekarang.

Dari atap menara ini aku bisa melihat pelubuhan Sunda Kelapa dan kapal-kapal yang sedang bersandar. Aku juga bisa melihat bangunan peninggalan VOC di seberang jalan.

Dan akhirnya kaki ini berlabuh ke Taman Ismail Marzuki. Tempat yang menjadi favorit akhir-akhir ini. Tempat yang memiliki kisah dan ceritanya sendiri, dalam penggalan perjalananku.