Showing posts with label Tentang Budaya. Show all posts

Menyibak Rahasia Wisata di Balik Alas Purwo

Alas Purwo, sebuah hutan yang membentang di ujung tenggara Pulau Jawa. Tepatnya berada di Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo.

Apa sih yang kita bayangkan sekilas jika mendengar kata alas atau hutan dalam bahasa Indonesia? Sekilas, aku membayangkan tempat yang gelap, seram, menakutkan dan tak selayaknya menjadi destinasi wisata. Sebagian dari kamu juga akan berpikir begitu bukan?

Tapi, bagaimana dengan Alas Purwo? Demikian kah? Setelah aku menjelajah hutan ini dari ujung ke ujung, it's totally not, totally different with what I thought before :)

Yuk kita sibak keindahan dan keunikan Alas Purwo!




Kayu yang telah meranggas dan siap di tebang, bagian hutan ini dikelola oleh Perhutani


Sisa akar kayu yang telah ditebang


Salah satu jenis tumbuhan yang hidup di Alas Purwo

Ketika kita memasuki bagian depan Alas Purwo di sisi kiri dan kanan jalan kita akan menemui pepohonan dan ladang tumbuhan, jika beruntung kamu juga akan menemui beragam hewan yang tinggal di sini. Saat itu aku menemui gerombolan monyet dan dua ekor burung merak betina.

Lalu, ada apa lagi ya di balik Alas Purwo ini? Penasaran? Mari kita lanjutkan perjalanan!


Selamat Datang di Taman Nasional Alas Purwo!

Di sisi kiri pintu masuk, terpajang Patung Banteng, yang memang banteng menjadi salah satu icon Kota Banyuwangi, dan juga sebagai salah satu hewan langka yang dilindungi. Sedangkan di sisi kanan, terpajang Patung seorang pria yang bermain surving. Karena di dalam Alas Purwo ini terdapat beberapa pantai yang menarik untuk dikunjungi dan seringkali dijadikan tempat bermain surving :).


Ketika memasuki bagian ticketing kita disambut dengan Gapura yang kental akan nilai Hindu


Lihat Burung Merak itu nampak malu-malu!


Sampailah kita di hamparan Savanna Sadengan :D


Lihat! Ada kawanan Banteng Betina!


Selain menjadi tempat konservasi fauna, Sadengan juga menjadi tempat konservasi flora. Tanaman lumbu ini salah satunya.


Wah di Pos Penjaga terpajang Tengkorak Kepala Banteng dan Bulu Burung Merak loh!

Ada cerita menarik apa ya di Savanna Sadengan ini?
Savanna Sadengan ini ternyata, satu-satunya feeding ground yang berhasil dikembangakan di Taman Nasional Alas Purwo untuk mengembangkan populasi banteng loh! Feeding ground Pancur dan Payaman gagal dikembangkan karena tidak terdapat sumber air dan hanya menjadi jalur lintas satwa. Wahhh,,, Savanna Sadengan harus benar-benar dijaga yah kalau tidak beragam flora dan fauna yang dilindungi akan punah :(

Selain banteng ada beberapa jenis fauna lain loh yang dikembangkan disini, misalnya burung merak, lutung/siamang dan coyote/ajag/anjing hutan. Ajag ini rupanya seperti anjing hanya saja ekornya menyerupai ekor tupai dan berwarna putih.


Sampai Jumpa Savanna Sadengan di lain waktu :)

Waaaahh,,, ini belum seberapa loh dari beragam tujuan wisata yang bisa kunjungi di Alas Purwo! Jangan terburu lelah! Mari lanjutkan perjalanan and explore the forest!

Siapa yang suka berkemah dan main pantai! Di sini tempat yang cocok buat kamu!


Selamat Datang di Pancur Camping Ground!




I am ready to camp here! How about you?

Sebelumnya, sudah aku sebutkan kan kalau Pancur dulunya dikembangkan untuk Feeding Ground dan konservasi flora fauna, namun karena gagal, Pancur dijadikan sebagai tempat berkemah. Dan banyak orang yang berkemah ke sini. Kebetulan Pancur menjadi titik pemberangkatan jika kita ingin menuju G Land atau Pantai Plengkung. Katanya, Plengkung ini indah dan menarik dan wajib dikunjungi kalau ke Alas Purwo! Ah sayangnya, aku tak bisa kesana, karena harus ke beberapa destinasi wisata yang lain :(

Tapi, jangan sedih! Sebelum meninggalkan Alas Purwo aku sempat menyambangi Pulau Trianggulasi! Duh namanya, susah ya untuk diingat dan diucapkan! Tapi tidak dengan view-nya!






Kalau kamu mau menikmati liburan yang damai dan menenangkan di Pantai Trianggulasi, di sini juga tersedia Guesthouse loh :))

Yuppppppp,,, kita masuk sesi destinasi wisata yang terakhir ku kunjungi di area Alas Purwo! Dan aku paling excited dengan bangunan, budaya dan sejarah yang melingkupi tempat ini!


Situs Kawitan


Pura Luhur Giri Salaka

Ini dia tempat yang paling misterius dan ingin ku ulik lebih dalam tentang kisah, sejarah dan peradabannya dahulu kala! Konon, Situs ini adalah pura tertua di Tanah Jawa, dan menjadi sejarah Hindu-Jawa di tanah ini. Penasaran dengan sedikit kisah yang berhasil ku ulik tentang Situs ini yuk baca Kisah Hindu-Jawa di Ujung Timur Pulau Jawa
.

Usai sudah aku menjejakkan langkah kaki ku di Alas Purwo! Tempat ini, layak untuk menjadi wish list destinasi wisata mu loh! Satu tempat beragam wisata!

Menelusuri Kisah Hindu-Jawa di Ujung Timur Pulau Jawa

Sudah tahukah kamu di mana ujung timur Pulau Jawa?
Banyuwangi! Ya, Banyuwangi adalah daerah paling timur dari kawasan Pulau Jawa.
Kebanyakan orang mengenal Banyuwangi karena Gunung Ijen, dan sayang sekali masih teramat sedikit orang yang mengenal Situs Peradaban Hindu Jawa di kota ini.

Siapa sangka, "The Sunrise of Java" menyimpan Situs tertua di Pulau Jawa yang merupakan Peradaban Hindu Jawa tertua di Pulau ini.

Kira-kira di mana ya Situs itu? Kebetulan hari ini aku telah meng-explore situs ini bersama rombongan FAM TRIP Kemenparekraf, So, Let's check it out!


Yup! Ini Dia Situs Kawitan, Situs Tertua di Tanah Jawa

Jadi gimana ya ceritanya tentang Situs Kawitan ini?

Konon ceritanya, Pada masa Kerajaan Majapahit ketika melakukan penyebaran agama Islam, para pemeluk agama Hindu yang tak mau beralih agama, menyingkir dari wilayah kekuasan Majapahit di Tanah Jawa, ke dalam hutan, di area Banyuwangi Selatan, yang kini menjadi area Alas Purwo. Para pemeluk agama Hindu ini mendirikan Pura di Situs Kawitan ini. Lebih jauh lagi, masyarakat Hindu Jawa ini juga bergeser ke Bali.

Kawitan sendiri dari bahasa Jawa yang berarti awal atau asal mula. Karena pura ini adalah pura yang pertama di tanah Jawa sebelum ada pura-pura lain yang dibangun. Masyarakat Hindu di area Alas Purwo diyakini sebagai masyarakat Hindu Jawa tertua di Indonesia.


Situs Kawitan Tampak Depan (Telah Dipugar)


Area Persembahan


Meja Persembahan


Persembahan


Pintu Gerbang Kerajaan Metafisik (Kerajaan di Alam Lain), (Bebatuan ini Masih Asli)

Situs Kawitan ini juga menjadi wisata religi bagi masyarakat Hindu Bali. Seringkali masyarakat Hindu Bali bertandang ke situs ini setiap momen/ritual keagamaan dan juga pada malam-malam bulan purnama.

Para masyarakat Hindu Bali yang melakukan ritual keagamaan di Situs Kawitan akan singgah di Pura Luhur Giri Salaka yang berlokasi beberapa ratus meter dari Situs Kawitan.




Pura Luhur Giri Salaka Tampak Depan


Uang Bolong yang terpasang di wajah patung ini menandakan telah diadakan upacara di tempat ini. Uang bolong merupakan uang Bali atau disebut juga uang benggol


Bale Pertemuan


Rumah Singgah para wisatawan religi dari Bali

Usai sudah secuil cerita tentang situs Hindu Jawa di Alas Purwo! Nantikan cerita-cerita unik dan seru lainnya yang tersembunyi di Alas Purwo ;)

Sensasi Menari Gandrung

Gandrung? Apa ya itu?

Sejenak, yang terlintas di benakku mengenai gandrung adalah, sebuah ejaan bahasa Indonesia yang bermakna sangat rindu, tergila-gila karena asmara, atau sangat ingin (mendambakan). Tapi, tunggu dulu, Gandrung yang ku maksud di sini, bukanlah hanya sebuah ejaan kata, melainkan salah satu tarian khas yang berasal dari daerah Banyuwangi.

Setelah ditelisik dengan berbincang langsung bersama Pak Sucipto, yang merupakan tokoh adat Suku Using, Banyuwangi, dan Pak Ridho, Kabid Pariwisata Disparta Banyuwangi, ternyata pada awalnya tarian Gandrung ditarikan oleh seorang lelaki dan digunakan sebagai media perjuangan melawan penjajah. Para penjajah amat mengagumi tarian ini sehingga terlena dan lengah, kesempatan inilah yang diambil untuk berjuang melawan mereka.

Namun, seiring berkembangnya jaman, tarian Gandrung ini ditarikan oleh perempuan yang kemudian dikenal sebagi Gandrung Semi. Semi, adalah penari perempuang Gandrung pertama di Banyuwangi dan menjadi icon tari Gandrung yang ditarikan oleh kaum hawa.

Setelah ditarikan oleh kauh hawa, tarian ini menjadi amat terkenal di tanah Banyuwangi dan menjadi icon kota ini. Hampir di setiap sudut kota ini, kita akan menemukan patung Gandrung yang terpajang menyambut para tamu dan masyarakat Banyuwangi.

Kebetulan sekali, saat ini aku sedang mengunjungi Banyuwangi dalam rangkaian Tour de Ijen Banyuwangi 2016 bersama rombongan Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Kami datang langsung ke Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, yang merupakan Desa Adat Suku Osing, suku asli masyarakat Banyuwangi.

Pada momen ini kami di sambut dengan tarian Barong Prejeng dan Tari Gandrung.

Pada awalnya, dua gadis menarikan Tari Gandrung Jejer dalam sesi pembukaan. Kemudian berlanjut ke Tari Gandrung Maju / Ngibing. Nah, pada saat ini lah salah seorang penarinya mengenakan selendang tarinya di leher ku dan mengajak ku menari bersama mereka.


Jadilah aku ikut berlenggok menari Gandrung

Ajakannya untuk menari seketika di depan masyarakat Banyuwangi dan Rombongan Kemenparekraf tentu mengejutkan! Namun, aku menikmati setiap irama dan lenggokan yang kita lakukan bersama :D


Menelisik Keheningan Gua "Sunyi Raga"

Gua Sunyi Raga? Apa ya itu?
Penasaran ingin tahu keunikan Gua Sunyi Raga? Let's explore the prawn city!

Sabtu pagi, 9 April aku mempersiapkan diri berangkat ke Stasiun Senen menuju Stasiun Cirebon Prujakan. Perjalanan kali ini aku berangkat bersama seorang teman dari Komunitas Sobat Budaya, Fahri namanya. Selama di Cirebon kami akan mengeksplore beberapa tempat dan objek budaya yang terkenal di Kota Udang ini.

Pagi itu, aku amat tergesa karena mengejar keberangkatan kereta pagi. Ditambah suasana hati yang kurang nyaman untuk bepergian. Awalnya, langkah kaki ini sungguh terasa berat, dan suasana hati yang murung sungguh tak membantu selama perjalanan. Baru akan duduk di kursi kereta, aku sudah menumpahkan segelas kopi panas. Sungguh pagi yang tak bersahabat...

Ahh, sudah, aku ingin meninggalkan pikiran yang carut marut dan mempersiapkan diri mengeksplor Cirebon!

Setelah semalaman kami menonton Pagelaran Tari "Lima Wanda Panuluh Caruban," pagi ini kami bersiap mengekplor Gua Sunyaragi dan Keraton Kanoman. Let's go!


Welcome to Goa Sunyaragi !!!

Gua Sunyaragi, seringkali juga disebut sebagai Taman Air Sunyaragi, atau Tamansari Sunyaragi. Kata Sunyaragi sendiri berasal dari bahasa Sansekerta. "Sunya" berari sepi atau sunyi, dan "Ragi" yang bermakna "raga." Gua Sunyaragi ini memang dibangun dan dimanfaatkan untuk menyendiri, menyepi, beristirahat dan bermeditasi oleh para Sultan Cirebon dan keluarganya.

Gua ini berada di di kelurahan Sunyaragi, Kesambi, Kota Cirebon, dan komplek Gua ini menyerupai Candi. Ada beragam candi, kaputren, kaputran dan bale-bale di dalem komplek Gua ini. Dan gua ini menjadi salah satu objek cagar budaya di Kota Cirebon.

Yang menarik dari gua ini adalah gua ini meniru model Gua Hiro yang digunakan oleh Nabi Muhammad untuk menyendiri dan mencari ilham dari Allah SWT. Selain itu, berbeda dengan gua-gua pada umumnya, gua ini terbuat dari batu karang.


Ini dia batu karang yang menyusun komplek Gua Sunyaragi

Penasaran seperti apa Gua Sunyaragi? Let's check it out the view!


Komplek Gua Sunyaragi


Di belakang ku itu Bale Kambang loh :)

Dan uniknya lagi arsitektur gua ini mendapat banyak pengaruh budaya dari gaya Indonesia Klasik, hindu, China atau Tiongkok kuno, Timur Tengah dan Islam serta gaya Eropa. Saat mengitari komplek ini, aku bisa merasakan sentuhan gaya hindu, islam dan China nya loh!

Nah seperti apa ya sentuhan-sentuhan budaya itu? Ya Seperti ini:


Monumen China


Bangunan yang di atas sana, adalah tempat untuk mengumandangkan Adzan :)


Gua Padang Ati

Nah, ini adalah gua yang paling menarik perhatianku. Gua Padang Ati, berasal dari bahasa Jawa, yang artinya, terangnya hati. Sungguh, ketika keberangkatan menuju Cirebon, hati ini dipenuhi rasa carut marut, ketika menemukan gua ini aku merasa tersentil. Memang, sungguh kita membutuhkan ketenangan, untuk menjernihkan pikiran dan menerangkan hati kita ini. Dari perjalananku kali ini, aku sungguh menyadari, bahwa sesi refleksi diperlukan untuk menenangkan hati dan pikiran.

Sampai jumpa Cirebon! Selamat bertemu lagi pada kesempatan yang lain :D

Nah, terakhir aku mau kasih beberapa cuplikan view dari Komplek Gua Sunyaragi ini ya:


Gua Lawa


Salah satu sisi Gua Sunyaragi


Kamar Kaputran


Kamar Kaputren


















Eksplor Kota "Sepucuk Jambi Sembilan Lurah"

Sepucuk Jambi Sembilan Lurah?
Apa ya artinya?

Sepucuk Jambi Sembilan Lurah memiliki makna mendalam bagi Kota Jambi. Kalimat ini diambil dari naskah Undang-undang Piagam pencacahan kisah Negeri Jambi yang ditulis Ngebi Sutho Dilago Priyayi Rajo Sari 13589H/1937 M, yang sarat akan filosofi. Kalimat ini melambangkan satu kesatuan kebangsaan, satu kesatuan rakyat dan wilayah Jambi dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia, juga melambangkan kebesaran dari Sepucuk Jambi Sembilan Lurah.

Kalimat ini juga tertera di dalam Logo Provinsi Jambi loh!

Lalu ada apa saja ya, yang menarik di Kota Jambi? Let's check it out :)

Kebetulan aku baru saja ke Jambi tanggal 8-10 Maret 2016 lalu, untuk melihat Gerhana Matahari Total di Komplek Candi Muaro Jambi nih. Dan ada banyak kekayaan budaya tradisi yang bisa kita eksplor di Jambi! Yang paling menarik buat ku waktu itu adalah Komplek Candi Muaro Jambi, Tengkuluk dan Lempok (Dodol) Duriaaaannnn!!!

Okay! Let's explore the Jambi City!

8 Maret 2016, Touchdown Jambiiiiiiiii
Lihat deh Topinya! "Kalau Indonesia Kaya Budaya Tunjukkan Datanya!" Ini juga salah satu tujuan ke Jambi nih, mengeksplor kekayaan budaya Jambi!

Aku berangkat ke Jambi bersama teman-teman Sobat Budaya dan Dekranas (Dewan Kerajinan Nasional). Selama di Jambi, kami melakukan Lacak Artefak dan Ekspedisi Budaya Jambi, sekaligus mendokumentasikan Gerhana Matahari Total di Negeri Sepucuk Jambi Sembilan Lurah ini.

Sesampainya di Kota Jambi kami disambut oleh Gadis Jambi loh! Gadis Jambi ini semacam abang none Jakarte guys, ternyata di setiap daerah pun memiliki program-program yang serupa seperti ini ya :)
Gadis Jambi ini mengenakan pakaian khas Jambi dan Tengkuluk.

Tim Ekspedisi Sobat Budaya & Lacak Artefak bersama Gadis Jambi

Tengkuluk ini merupakan kain penutup kepala perempuan Jambi dan menjadi simbol keluhuran perempuan loh. Dan ada beragam model serta fungsinya dan makna yang berbeda-beda! Ada aturan dalam memasang tengkuluk, yaitu apabila kain menjuntai ke arah kanan menandakan bahwa wanita itu telah bersuami dan apabila kain menjuntai ke arah kiri berarti ia adalah seorang gadis. Nah, kamu kalau mau mengenakan tengkuluk, menjuntai ke kanan atau ke kiri nih? Aku sih sekarang ini masih menjuntai ke kiri, hehehe.

Ragam Tengkuluk Jambi

Nah, secuil bahasan tentang Tengkuluk sudah ya guys, sekarang aku mau bahas tentang Komplek Candi Muaro Jambi nih. Di Kota Jambi, ternyata ada banyak percandian yang bisa kita eksplore loh! Candi-candi ini berdekatan, ada beberapa yang sudah di pugar dan ada beberapa yang masih puing-puing batu dan bata sisa-sisa arsitektur candi terdahulu. Let's check it out!

Candi Astano


Candi Gedong

Candi Gumpung

Candi Kedaton

Candi Kembar Batu

Candi Tinggi

Nah itulah beberapa candi yang ada di Kota Jambi guys. Cerita ini bersambung di sini dulu yaaa,, eksplorasi Kota Jambi akan kuteruskan kembali ceritanya. Sampai jumpa di tulisan berikutnya :)