Showing posts with label budaya. Show all posts

7 Pesona Wisata Jawa Tengah

Jawa Tengah, Provinsi di mana diriku dilahirkan dan dibesarkan sejak tahun 1991. Aku lahir dan besar di Kabupaten Tegal, kota yang tidak terlalu jauh dari Semarang, Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah. Namun, siapa sangka aku baru bisa menginjakan kaki ku di Semarang setelah berusia 25 tahun pada saat Hari Ulang Tahun Jawa Tengah ke 66!

Di usia perak ini aku merasa mendapatkan banyak kejutan dari semesta. Setelah merayakan hari lahir di Kota Kendari pada 17 Juli lalu, aku bertandang ke Semarang dan berkeliling ke Kendal, Magelang, dan Ungaran menyusuri wisata Jawa Tengah yang memesona!

Selama empat hari menyusuri Jawa Tengah aku benar-benar merasakan "Jateng Gayeng" yang penuh semangat, berani, tangguh, jujur, ramah, menggembirakan, harmonis dan hangat bersama rekan-rekan dari Dinas Pariwisata dan Budaya Jawa Tengah serta teman-teman blogger #FamTripJateng. Layaknya nilai-nilai yang ingin dicapai Pak Ganjar.

Wisata Umbul Ponggok, Candi Plaosan, Puntuk Setumbu, Gereja Ayam, Progo Rafting, Candi Gedong Songo dan Susan Spa Resort menjadi 7 Pesona Wisata Jateng yang membuat ku semakin cinta dengan Indonesia!

1. Umbul Pongok dan Pesona Bawah Air Jateng!

Wisata air adalah favorit ku! Meskipun aku tak bisa berenang, tapi entah aku paling suka wisata air dibanding wisata kuliner, kota apalagi gunung :p! Nah, Umbul Ponggok menjadi salah satu destinasi favoritku di #FamTripJateng! Air di Umbul Ponggok ini berasal dari mata air di wilayah Ponggok, Klaten. Airnya bersih, jernih, dingin, banyak ikan dan terumbu karang buatan, dan yang pasti ada objek foto bawah air yang super keren dan sayang kalau dilewatkan! Satu hal yang harus kamu persiapkan saat mau berfoto di bawah air, kamu harus bisa tahan nafas yang lama supaya hasil fotonya bagus dan maksimal :D

Awas! Ada yang lagi ngebut di Umbul Ponggok! :p
Kring Kring Kring
Ayo naik becak di Umbul Ponggok :p

Ini hanya beberapa spot foto loh ya! Di Umbul Ponggok masih ada banyak spot lainnya yang ga kalah kece! Ada semacam ring tinju, tempat berkemah, hiasan berbentuk LOVE dan meja kerja dengan laptopnya. Unik ya!


2. Romantisme Hindu-Budha di Candi Plaosan

Candi Utama, di Komplek Candi Plaosan Lor (Utara)
Masih ingat tulisanku tentang Harmonisasi Hindu-Budha? Ya di balik Candi Plaosan yang berada di wilayah Klaten, kita akan menemukan kisah yang mengejutkan! Kisah cinta, politik dan harmonisasi dua agama yang berbeda pada mas Mataram Kuno. Ketika kita menyambangi Candi ini, tidak hanya wisata bangunan bersejarah saja, tapi kita pun dapat menggali kisah kisah cinta yang menarik serta kekayaan budaya yang tersimpan dalam bangunan ini.

3. Kemegahan Borobudur dari Punthuk Setumbu

Semburat Matahari Pagi dan Candi Borobudur di Punthuk Setumbu
Di pagi buta hari Minggu lalu, aku dan teman-teman #FamTripJateng memburu sunrise di Punthuk Setumbu, Magelang. Siapa sangka, setelah lelah berjalan dan mendaki bukit ini, aku bisa melihat Candi Borobudur dari atas awan! Dan tak jauh dari bukit ini kita bisa menyambangi Gereja Ayam yang sedang populer di kalangan traveler.

4. Kisah Cinta & Rangga di Gereja Ayam

Menara Merpati / Gereja Ayam
Halo Jawa Tengah dari atas Menara Merpati, Gereja Ayam

Gereja ayam? Terdengar aneh pada awalnya bukan? Aku mendengar tempat wisata ini setahun yang lalu dari seorang teman. Gereja ini menarik minat para wisatawan karena bentuknya yang unik! Menaranya menyerupai bentuk burung merpati, namun dinamai Gereja Ayam! Entah mengapa. Setelah mengelilili bangunan ini dan mendengar cerita dari pemandu wisata kami, aku tahu kalau gereja ini dibangun oleh Daniel Alamsjah di Bukit Rhema pada tahun 1988 untuk tempat pengobatan dan penyebaran agama Kristen.

Uniknya lagi, jika kamu sudah nonton film AADC 2, kamu juga akan merasakan kehadiran Cinta dan Rangga di sini. Dan mungkin kamu bisa menemukan cintamu di sini?

5. Progo Rafting, Rafting Terdrama Sepanjang Hidup!

Kali ini adalah pengalaman kedua aku ikut rafting dan rafting kali ini adalah rafting paling seru dan penuh drama sepanjang #FamTripJateng! Kami dipandu oleh Mas Grompong, kru dari Progo Rafting, dan kapal kami tersangkut di tengah-tengah batu! Kami sudah merasa panik dan tegang, beberapa usaha kami lakukan untuk memperbaiki posisi kapal kami. Syukur lah, kami bisa melalui tantangan pertama dengan baik berkat bantuan Mas Grompong.

Itu bukan satu-satunya cerita di rafting kali ini! Sepanjang perjalanan pun, kami bertemu dengan alien dari kapal lain! Iya alien! Karena kami tidak saling mengenal tapi kami beradu cepat di sungai ini dan saling mencipratkan air sungai! But we do it with fun, totally fun! Cerita yang lebih menggemaskan lagi (menggemaskan!) aku sering tergelincir dari kapal, karena aku mengenakan celana renang yang memang licin. Sunggu, rafting kali ini adalah rafting yang tak terlupakan!

Kebahagiann kami di tengah arung jeram Progo Rafing!
Jalan-jalan akan lebih seru dengan teman jalan yang seru, dan mereka TEMAN JALAN YANG SUPER SERU!

6. Misteri Gedong Songo

Kawasan Candi Gedong Songo
Candi Gedong I
Candi Gedong II
Candi Gedong III
Candi Gedong IV
Candi Gedong V
Gedong Songo artinya bangunan yang berjumlah sembilan. Kawasan wisata ini terletak di daerah Ungaran. Aku bersama teman-teman menjelajah kawasan wisata ini dengan berjalan kaki dan treknya lumayan, sedikit mendaki bukit dan menuruni lembah. Candi yang seharusnya berjumlah sembilan, namun kami hanya bisa menjumpai lima gedung saja. Konon ceritanya, ada beberapa candi yang memang masih berupa artefak dan belum dipugar, serta ada pula candi yang hanya bisa dilihat oleh orang-orang tertentu saja. Cerita ini semakin membuat ku penasaran, ketika di bus Pak Juned, pemandu wisata kami, menceritakan jika Bu Suci dari Dinas Pariwisata dan Budaya Jateng bisa menemukan kesembilan bangunan candi ini. Jadi entahlah, empat candi ini masih menjadi misteri keberadaanya.

7. Susan Spa Resort

Akan terasa indah jika kita melihat hamparan pemandangan dari atas. Ya, memang! Ku buktikan ini dari atas Susan Spa Resort. Salah satu tempat wisata yang berada di Ungaran ini dibangun di atas perbukitan, sehingga kita merasa berada di atas awan, melihat Jawa Tengah. Selain pemandangan atas awan, kita juga bisa melihat bangunan minimalis yang cantik untuk tempat pernikahan. Chapel (gereja) ini berwarna putih, simple dan unik! Bisa menjadi tempat yang romantis untuk melangsungkan pernikahan. Mungkin kamu ingin merayakan pernikahanmu di sini? Ditemani dengan pemandangan semesta yang cantik.

Melihat Jawa Tengah dari atas awan
Chapel (Gereja) untuk Pernikahan
Melihat hamparan Jawa Tengah dari atas terasa indah dan manis.
Seindah dan semanis senyum kamu! Iya Kamu!
Dan Jawa Tengah menantimu!


[Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blog Visit Jawa Tengah 2016 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah @VisitJawaTengah]

Candi Plaosan, Harmonisasi Hindu-Buddha di Nusantara

Nusantara, kepulauan yang membentang dari Sabang hingga Merauke dengan segala macam keragaman dan kemajemukan budayanya senantiasa memberikan kita banyak kejutan di setiap jengkalnya! Ya, dalam perjalanan kali ini, aku menginjakkan kaki ku di Klaten, Jawa Tengah, dan aku menemukan harmonisasi dua agama melalui Candi Plaosan, yang masih kokoh berdiri hingga sekarang!

Minggu lalu aku menyambangi Komplek Candi Plaosan Lor, yang berada di Dusun Plaosan, Desa Bugisan, Kab. Klaten, Jawa Tengah. Candi ini memang berada di wilayah perbatasan antara Jogja dan Klaten, dan banyak yang mengira kalau candi ini berada di Jogja. Candi Plaosan ini, telah berdiri sejak abad ke-9 pada zaman Mataram Kuno dan aku bisa menapaki bangunan serta sejarahnya di abad ke-21 ini. Konon ceritanya, Candi ini menyimpan kisah cinta antara Umat Hindu dan Buddha pada masa Dinasti Syailendra.

Candi Utama di sisi Utara
Candi Utama sisi Selatan

Candi ini mengisahkan kisah cinta Rakai Pikatan Mpu Manupu, yang beragama Hindu, dan Sri Primodhawardhani, yang beragama Buddha. Ketika kita mengitari Candi Plaosan, kita pun akan menemukan relief laki-laki dan perempuan yang terpahat di sepanjang dinding. Relief laki-laki, mengisahkan kekaguman dan kecintaan Sri Primodhawardhani kepada sang suami, pun sebaliknya, relief perempuan menunjukkan cinta kasih Rakai Pikatan Mpu Manupu kepada sang istri.

 
Relief Laki-laki (kiri) dan Relief Perempuan (kanan)

Dari kisah-kisah yang ku dengar dan ku baca, pernikahan antara Rakai Pikatan Mpu Manupu dan Sri Primodhawardhani pada awalnya adalah pernikahan politik yang telah diatur oleh Samaratungga, Ayahanda Sri Primodhawardhani, untuk mengharmoniskan kembali Wangsa Syailendra dan Wangsa Sanjaya yang bersaing sengit dalam menjalankan pemerintahan kerajaan Mataram Kuno pada masa itu. Pernikahan politik yang diatur sedemikian rupa pun, akhirnya tetap menumbuhkan benih-benih cinta antara Rakai Pikatan dan Sri Primodhawardhani.

Karena pernikahan dan cinta ini pun, kehidupan agama Hindu-Buddha berjalan secara harmonis!

Jujur, kisah ini membuat ku teringat dengan batik truntum yang digoreskan oleh Kanjeng Ratu Kencana sebagai tanda penantian dan kisah cintanya yang tulus murni kepada sang suami, Sunan Pakubuwana III Surakarta Hadiningrat, pada abad ke-18 silam. Goresan bintang dan bunga tanjung dalam kanvas langit malam menjadi simbol romantika cinta antara dua insan manusia, bahkan hingga sekarang. Sungguh, budaya tradisi di Nusantara, khususnya di Jawa Tengah ini menunjukkan kisah romantismenya secara elegan!

Komplek Candi Plaosan ini terdiri dari Candi Plaosan Lor (Utara) dan Candi Plaosan Kidul (Selatan). Jarak yang memisahkan dua gugus candi ini sekitar 40 meter. Karena bentuknya yang hampir mirip, Candi Plaosan Lor dan Kidul ini kerap kali dinamai Candi Kembar. Komplek Candi Plaosan ini pun tak jauh jaraknya dengan Candi Prambanan dan Candi Sewu. Candi ini menjadi Candi Budhha yang berdiri megah di tengah-tengah rumpun Candi Hindu. Arsitekturnya pun menunjukan perpaduan gaya dari Hindu dan Buddha.

Ketika kita berkeliling ke sekitar Komplek Candi Plaosan, selain menemukan Candi Utama kita pun akan kerap kali menemui jajaran candi pendamping, disebut juga sebagai Candi Perwara serta Stupa Perwara (Stupa Pendamping). Candi-candi ini ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan candi utama. Pada masa dahulu, tentu candi dan stupa perwara ini memiliki fungsi tersendiri.  Informasi yang kutangkap dari pemandu kami pun, Candi Plaosan ini adalah tempat untuk menyimpan teks-teks kanonik milik para Pendeta Buddha.

Jajaran Candi Pendamping


Jengkal demi jengkal komplek candi ini kususuri dan ketika memasuki bagian dalam Candi Utama di sisi utara aku menemukan tempat ini. Sebuah tempat yang mungkin pada masanya dijadikan sebagai tempat beribadah? Aku mengira demikian, karena adanya dua patung yang duduk tegap di atas balai batu yang menghadap ke arah pengunjung. Sayangnya kedua patung ini telah kehilangan kepalanya, entah karena rusak atau pun hilang.

Satu komplek candi yang dikunjungi menceritakan beragam kisah dan sejarah yang menarik! Kini, candi menjadi salah satu destinasi yang menarik perhatianku. Perjalananku kali ini mengunjungi Jawa Tengah memberikan cerita dan kesan yang sungguh menarik! Semoga kamu pun tertarik bertandang kemari dan merasakan perjalanan romantika kehidupan masa silam yang mungkin menyerupai kisah cinta mu?

Akhirnya aku telah menyusuri kisah romantika masa silam dengan balutan isu-isu budaya, agama dan politik di Candi Plaosan. Setelah ini, ayo merangkai romantika kisah kita sendiri di masa depan :)


[Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blog Visit Jawa Tengah 2016 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah @VisitJawaTengah]

Kemajemukan, Kebhinekaan dan Kemerdekaan di Nusantara

Beberapa hari lagi Indonesia akan merayakan Hari Kemerdekannya yang ke tujuh puluh satu. Negara dengan kemajemukan budaya yang begitu tinggi, tentu juga memerlukan sikap toleransi yang tinggi terhadap keberagaman budaya, adat dan tradisi yang hidup dan lekat di tengah-tengah masyarakat di Indonesia. Layaknya semboyan yang gue kenal sejak SD, Bhinneka Tunggal Ika, Berbeda-beda namun tetap satu jua.

Tapi, gue merasa semboyan apik dan (yang seharusnya) menjadi landasan toleransi dan harmonisasi kemajemukan Indonesia itu sudah lama redup, tenggelam, dan tak terdengar lagi beberapa tahun belakangan ini. Lo juga merasakan hal yang sama kan?

Sampai akhirnya gue mendengar lagi gaung Bhinneka Tunggal Ika yang diusung oleh organisasi-organisasi independen pro-kebebasan yang ingin mengembalikan lagi nilai-nilai kemajemukan dan toleransinya.



Malam itu,  11 Agustus 2016, gue mengenal organisasi Forum Muda Berbuat Bertanggung Jawab (Forum MBB), Liberty Studies dan Freedom Society yang mengadakan Pidato Kebebasan dan Kebudayaan yang disimbolkan dengan "Gema Bhinneka Merdeka." Organisasi-organisasi ini menilai sikap toleransi terhadap kemajemukan Indonesia kian menurun yang tentu akan menggeser eksistensi keberagaman dan nilai-nilai adat tradisi yang melekat pada kelompok-kelompok budaya minoritas.

Beberapa contoh yang terjadi adalah protes-protes yang dilakukan terhadap kelompok kesenian, kelompok adat dan pakaian adat yang dinilai tidak mencerminkan moral bangsa. Gue jadi teringat dengan kasus protes yang ditujukan kepada Bupati Purwakarta, Kang Dedi Mulyadi, yang berusaha membangun kembali budaya Sunda dengan pembangunan patung-patung dan dituduh sebagai pemimpin yang sesat dan syirik.

Pandangan Arman Dhani tentang Penerimaan Adat di tengah Masyarakat Modern


Tak hanya itu, ada juga fakta bahwa beberapa Perusahaan atau Pemerintahan pun menolak calon pegawainya jika memiliki tato. Lagu bagaimana dengan masyarakat adat yang menjunjung tinggi nilai adat tato tradisi? Misalnya saja masyarakat adat dayak dan mentawai? Bagi mereka tato adalah simbol dan proses kehidupan yang harus dijalani dan menggambarkan perjalanan hidupnya dari lahir hingga meninggal? Beberapa kelompok masyarakat minoritas seperti ini terasa tidak mendapatkan toleransi ya di tengah-tengah kehidupan masyarakat modern?

Adakah UU Pelarangan Tato di Indonesia?


Berangkat dari semakin meningkatnya sikap intoleransi yang terjadi di Indonesia ini, organisasi-organisasi pro kebebasan ini mengusung "Deklarasi Aliansi Kebhinekaan." Deklarasi ini mengungkapkan pemikiran bahwa kemajemukan harus bisa diterima bersama, tanpa adanya perbedaan, seperti yang dinyatakan oleh Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) tentang pluralisme. Deklarasi ini dipimpin oleh Rudolf Dethu, pendiri Forum Muda Berbuat Bertanggung Jawab (Forum MBB) bersama dengan 23 LSM dan forum pemuda lainnya.

Deklarasi ini hendak menyatakan perlunya toleransi dan solidaritas atas keberagaman dan kemajemukan serta kebebasan menggunakan hak untuk memilih dan berbuat dengan penuh tanggung jawab. Aspirasi-aspirasi ini disampaikan melalui Pidato Kebudayaan yang disampaikan oleh Rudolf Dethu, Rocky Gerung, Ulil dan Arman Dhani.

Perbincangan malam itu juga menyinggung tentang RUU Larangan Minol (Minuman Beralkohol). Buat gue RUU ini pro-kontra. Di satu sisi, RUU ini berusaha untuk meminimalisir akibat-akibat negatif bagi seorang peminum yang tidak bertanggung jawab dan mengganggu orang lain. Namun di sisi lain, ada beberapa kelompok masyarakat yang memiliki adat tradisi minum minuman tradisional yang juga mengandung alkohol. Misalnya saja minuman tuak, lapo, ciu, arak bali, sopi, dan lapen.

Yang menarik, arak bali digunakan untuk upacara adat. Arak ini biasanya digunakan unuk menghormati para dewata yang dituangkan ke daun pisang yang kemudian dicipratkan dengan bunga. Lalu jika ada larangan Minol, akan kah arak Bali yang digunakan untuk upacara adat juga akan dilarang? Entah. Bagi gue, gue menghormati segala nilai-nilai adat dan budaya yang dianut oleh masyarakat di Indonesia. Dengan catatan kebebasan itu harus bertanggung jawab dan tidak mencederai kebebasan orang/kelompok lain.

Tradisi Minum Ciu, Tuak, Sopi, Lapen di Zaman Dulu


Pilihan gue adalah menghormati keragaman dan kemajemukan di Indonesia. Terutama keragaman dan kemajuemukan adat budayanya yang tidak bisa disamaratakan secara nasional dengan nilai-nilai dan moral-moral tertentu. Karena bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.

Salam Bhinneka Tunggal Ika.

Waroeng Solo, Tempat Mencicip Kuliner Solo di Jakarta!


 It's Saturday! Time to hang out! Luckily I have food testing invitation in Waroeng Solo, a local restaurant in Kemang, South Jakarta.

Awalnya, ku pikir restauran ini hanya akan menyajikan kuliner jawa khususnya kuliner Solo saja, tapi ternyata tidak! Waroeng Solo serves more than Javanese culinary, surprisingly Waroeng Solo also serves Javanese atmosphere! 

Selamat datang di Waroeng Solo! Suasananya sudah njawani banget :)
Sudah waktunya makan siang nih, aku dan teman-teman sudah merasakan lapar dan ingin segera mencicip kuliner favorit di Waroeng Solo ini, Mulai mencicip hidangan pembuka dulu yuk :D

Sosis Solo

Tahu Kipas
Sosis solo isinya cincangan daging, sedangkan tahu kipas berisi putih telur, udang dan sayur. Sosis solo dan tahu kipas ini memiliki pasangan sambalnya masing-masing. Jika sosis solo bersambal cabai ulek biasa, lain dengan tahu kipas. Sambal tahu kipas, lebih kental dan lebih masam. Di antara dua hidangan pembuka ini, aku lebih suka tahu kipas, kamu harus cobain deh, enak!

Sambal Tahu Kipas

Hidangan pembuka sudah selesai di santap, yuk lanjut icip-icip menu utamanya!
Nasi Gudeg Ayam Suwir
Nasi Liwet Ayam Suwir
Nasi gudeg dan nasi liwet ayam suwir ini makanan khas yang menjadi favorit pengunjung. Sebenarnya aku tidak suka lauk makanan manis, ketika disuguhi nasi gudeg, aku sudah merasa kurang sreg, karena kurasa rasanya pasti manis. Tapi ternyata tidak, rasa gudeg nya tidak terlalu manis, dan masih sesuai dengan selera lidahku :p

Sirloin Steak

Chicken Wings

Chicken Steak

Nah, kalau kamu datang bersama orang yang kurang suka dengan menu tradisionalnya, kamu juga bisa memesan menu Sirloin steak, chicken wings atau pun chicken steak. Di antara tiga menu itu, aku paling suka sirloin steak! Kematangan dan keempukannya pas!

Nah, hidangan penutup dan minuman khasnya ada apa ya?

Serabi Solo
Es Kopyor Durian

Es Timun Selasih
Wedang Sereh
Di antara ketiga minuman itu, aku paling suka es kopyor durian, isinya tape, durian dan kelapa muda. Rasa duriannya manis dan terasa sekali. Buat pecinta durian wajib pesan ini deh! Nah, es timun selasih ini selain berisi timun ada juga jeruk nipis, jadi rasanya lebih segar. Nah yang terakhir, wedang sereh, hampir mirip dengan wedang jahe. Hanya saja wedang ini ditambah dengan batang sereh (serai) ketika dimasak dan disajikan.

Waroeng Solo (Joglo@Kemang)
Jalan Madrasah No. 14
Kemang, DKI Jakarta




Menikmati Suasana Jawa di Tengah Kota Metropolitan

Kota Metropolitan dikenal dengan segala hiruk-pikuk dan keterburu-burannya. Paling tidak itu yang kurasakan. Adakah tempat yang menenangkan dan bisa mengobati rasa rinduku pada kampung halaman?

Ternyata ada!

Dan aku menemukannya, di Warung Solo, daerah Joglo-Kemang, Jakarta Selatan, tempat ini menyuguhkan suasana pedesaan dan kental dengan budaya Jawa. 

Selamat pagi! Sapa seorang gadis Jawa dari balik bilik rumah klasik Jawa

Bahagianya kami berada di tengah-tengah Kampung yang menenangkan!
*padahal ini ada di tengah kota :p*


Mas hayuk muter-muter ngangge becak niki lho :p
(Mas, ayo jalan muter-muter menggunakan becak ini)
Salah satu view favorit di sini! Serasa berada di Kota Tua :)
Di Warung Solo, kita akan melihat seorang ibu mbatik secara langsung lho!
Suka menari? Ayo coba belajar nari Solo Klasik bareng Komunitas Purwakanthi :D

Selain dibahagiakan dengan pemandangan desa dan budaya Jawa yang menenangkan, Warung Solo juga menyuguhkan ragam kuliner jawa khususnya Solo yang patut dicoba loh! Dan yang pasti, suasana restorannya tak kalah ciamik dengan pemandangan-pemandangan tadi! 

Pesona Budaya di Lembah Baliem, Papua

Pernah kah kamu mendengar tentang Lembah Baliem? Aku sendiri masih asing dengan daerah ini, hingga aku mendapatkan informasi mengenal "Lomba Menulis Essay Festival Budaya Lembah Baliem." Setelah ku cari tahu lebih lanjut, ternyata Lembah Baliem berada di pegunungan Jayawijaya, Papua. Lokasi lembah ini memang terpencil dan sulit untuk diakses.

Tapi, ternyata, di Lembah Baliem ini terdapat Festival Budaya Lembah Baliem yang telah terselenggara sejak tahun 1989 dan telah mendunia! Dan merupakan festival tertua di Tanah Papua!

Festival ini menampilkan simulasi perang antar suku Dani, Lani dan Yali yang memang tinggal di sekitar wilayah Lembah Baliem. Perang antar suku ini diselenggarakan sebagai lambang kesuburan dan kesejahteraan suku-suku tersebut. Jika ingin melihat fenomena perang ini, kita bisa melihatnya secara langsung di bulan Agustus setiap tahunnya.

Festival Budaya Lembah Baliem tahun ini akan terselenggara pada tanggal 8-10 Agustus 2016

Pada saat mendapatkan informasi mengenai pendaftaran lomba essay, aku langsung mendaftar, dan puji syukur, aku lolos dalam tahap 1 pendaftaran. Tapi, perjuangan belum berakhir, bahkan perjuangan yang lebih besar menanti.

Selain diminta untuk menuliskan sebuah essay, para finalis juga diminta untuk menyebarkan informasi ini di sosial media yang dimiliki dan menggalang dukungan dari para netizen untuk memberikan "suka" atau "like" di postingan Facebook dan Instagram.

Oleh karena itu, saya mengharapkan dukungan teman-teman untuk menyukai postingan saya mengenai Festival Lembah Baliem di Instagram dan Facebook. Teman-teman bisa meng-klik link berikut dan memberikan tanda "suka" atau "like" pada postingan tersebut.


Tujuan saya mengikuti kompetisi ini adalah untuk bisa ikut berangkat ke Festival Budaya Lembah Baliem guna mendokumentasikan, mempelajari, dan menuliskan data budaya tradisi yang bisa dijumpai dalam rangkaian acara tersebut. Jika, saya berhasil dalam kompetisi ini dan diberangkatkan ke Wamena, Papua, hasil dokumentasi tersebut akan dapat dilihat di Perpustakaan Digital Budaya Indonesia di laman budaya-indonesia.org.

Terimakasih atas bantuan dan dukungan teman-teman semua,
Salam Budaya

Berburu Kuliner Banyuwangi!

Siapa yah yang tak suka kuliner? Setiap hari kita membutuhkan asupan makanan dari beragam olahan kuliner :D. Nah, Indonesia ini punya beragam kuliner yang lezat harus kita icip icip! Setiap jengkal tempat di Indonesia pasti memiliki ragam kulinernya sendiri. Tak terkecuali Banyuwangi nih. Selama lima hari aku menghabiskan waktu di kota ini, banyak sekali ragam kuliner yang ku jumpai dan tentunya berbeda dengan ragam kuliner dari daerah lain :))

Apa saja ya ragam kuliner yang ku jumpai dan ku icip-icip selama di Banyuwangi? Yuk kita lihat :)

1. Kuliner Uyah Asem Ibu Erni

Wedang Cor

Wedang Cor ini berisi ketan hitam, tape, susu, jahe, rasanya manis dan sari kecut (asam) tape, rasanya asem-segar, sari jahe, dan hangat, mungkin karena efek jahenya yah :))

Uyah Asem dan Iwak (Ikan) Wader

Rempah-rempah Uyah Asem

Resep masakan uyah asem ini sudah diturunkan ke generasi keempat loh! Lauk utama uyah asem adalah ayam kampung namun bisa ditambah kacang panjang atau buncis dan tempe daun. Rasanya sedikit mirip dengan sayur asem, namun yang khas dari rasa uyah asem berasal dari bumbu-bumbu seperti godong (daun) wadung (wajib) (rasanya kecut, lihat gambar di atas), blimbing wuluh, trasi, ranti (seperti tomat, namun rasanya kecut, lihat gambar di atas),


2. Kuliner di Sego Tempong Mbok Wah Bakungan

Pawon untuk memasak sego (nasi)

Sego Tempong

Sego tempong isinya sego (nasi) kukusan yang cara memasaknya berbeda dengan nasi biasa, ikan asin, teri, bayem, timun, kubis, kol, dan beragam lauk yang bisa kita pilih sesuai selera kita, dan yang super wajib adalah sambelnya yang pedasnya juara!!!
Sego tempong ini rasanya super pedas!!! Hati-hati buat yang ga suka pedas sama sekali ya :p, dan satu porsinya sangat banyak loh! Super! Buat aku yang porsi makan (terutama nasinya) sedikit, tak sanggup menghabiskan satu porsi makan sego tempong! Hahahahah :D


 3. Kuliner di Desa Kemiren, Desa Adat Suku Using



Pecel Pitik

Lalapan Pecel Pitik

Pecel pitik ini merupakan kuliner khas Suku Using. Pecel ini akan dimasak ketika acara selamatan. Bahan utamanya adalah ayam kampung dan parutan kelapa muda. Rupanya seperti urap tapi warnanya lebih merah dan rasanya pun berbeda. Pecel ini disajikan dengan lalapan daun selada, daun semanggi, terong, tahu goreng, tempe goreng dan gimbal (perkedel) jagung.


4. Kuliner di Pondok Indah Resto

Green Diamond Lime

Nasi Bakar Pedho

Oling (Belut) Pedas

5. Sayur Koro


Sayur koro ini berisi kacang koro, kecipir dan bumbu-bumbu, rasa dan rupanya mirip seperti lodeh namun santannya lebih ringan tak sekental sayur lodeh, rasanya cukup pedas.

6. Jamu Sinom


7. Ayam Pedas


Ayam pedas ini kuahnya seperti gulai, bersantan dan rasaanya pedas tentunya :)

Nah, sekian yah icip-icip kuliner Banyuwangi nya, dan tentu masih banyak sekali kuliner khas yang belum sempat ku cari dan ku coba. Kalau kamu ke Banyuwangi coba eksplor kuliner yang lebih banyak yaaaa :))