Baluran, the Africa van Java!

Last week I went to Africa! Africa, foreign country? Totally not! It's the Africa van Java :D

Di mana sih Africa van Java itu? Africa van Java ada di Situbondo yang berbatasan dengan Banyuwangi! Tepatnya di Taman Nasional Baluran yang berada di Banyuputih, Situbondo dan Wongsorejo, Jawa Timur. Nama Taman Nasional Baluran ini diambil dari nama gunung yang berada di kawasan ini, Gunung Baluran. Baluran ini sangat dekat dengan Banyuwangi loh!

Selamat Datang di Taman Nasional Baluran :)

Apa sih Taman Nasional Baluran? Dan kenapa disebut Africa van Java?

Pada awalnya, Baluran ini dijadikan tempat suaka margasatwa pada era penjajahan Belanda, setelah Indonesia merdeka, tempat ini kemudian disahkan menjadi Taman Nasional Baluran. Taman Nasional ini menjadi tempat perlindungan atau konservasi flora dan fauna yang perlu dilindungi. Dari informasi yang kutemukan, Taman Nasional Baluran ini memiliki 444 jenis tumbuhan, 26 jenis mamalia dan 155 jenis burung. Dari sekian banyak mamalia yang ada di sini, banteng lah yang menjadi maskot / ciri khas dari Taman Nasional Baluran.

Di Taman Nasional ini ada beberapa pos, dan pada saat aku kesana aku hanya menyambangi pos batangan, pos bekol, dan pos bama. Let's check it those places!

Mari menuju Menara Pandang untuk melihat hamparan Savanna Baluran!

Di setiap perjalanan, kita akan sering menemui kawanan monyet! Jadi berhati-hatilah, dan jangan berikan makanan kalau tak mau dihampiri kawanan ini :)), satu saran lagi, bawalah batang kayu untuk menghalau mereka :)

Pos peristirahatan menuju Menara Pandang

Perjalanan menuju menara pandang berkelok dan menanjak! Siapkan fisikmu dan jangan lupa bawa air minum :)


Pemandangan dari Pos Peristirahatan

Aku telah sampai di Menara Pandang! Lihat apa yang ku lihat:

Gunung Baluran

Hamparan Savanna Baluran


Pos Savana Bekol

Hamparan tanah Savana Baluran

Tengkorak Kepala Banteng

The lonely tree

Kawanan Rusa dan Banteng


Eksplorasi Pos Bekol telah usai! Mari lanjutkan perjalanan ke Pos Pantai dan Mangrove di Bama!

Pohon bakau untuk menahan abrasi

Jembatan menuju Pos Bama



Look at what I saw

Lautan membentang

Mari berayun-ayun memandang laut

Marilah pulang ...

Padanya, Ku Terpesona!

Semilir angin sepoi berhembus,
Menyejukan hati dan rasa yang tak bisa pupus,
Melihatnya tuk pertama,
Ku tlah terpana,Padanya, Ku Terpesona!

Apakah aku sedang membuat puisi nan puitis untuk seorang terkasih? Oh bukan :))
Aku sedang mengungkapkan rasa terpesona ku pada suatu tempat nan indah di sudut Kota Banyuwangi.

Sore itu, usai menghadiri pembukaan Tour de Ijen Banyuwangi 2016, aku bersama teman-teman singgah ke suatu tempat yang unik dan mengagumkan! Seperti apa ya, kok sepertinya deskripsiku terlalu berlebihan?

Penasaran? Mari kita perlahan menjejakan kaki ke tempat ini ...

Selamat Datang di Pondok Indah Resto Banyuwangi

Wah, gapura yang menyambut kita di halaman depan saja sudah secantik ini loh! Seperti apa rupa di dalamnya? Ahh, sebelum terburu melihat tatanan tempat dan alam yang memesona di dalam, terlebih dulu akan sedikit menceritakan tentang tempat ini.

Pondok Indah Resto ini bisa kita temui di Jalan Raya Lijen KM 8, Dusun Pereng, Desa Paspan, Kecamatan Glagah, Banyuwangi. Berdekatan dengan area Gunung Ijen. Konsep dari resto ini adalah family resto. Dan yang unik, customer tidak boleh hanya terdiri dari dua orang loh! Alasannya, untuk mencegah, customer yang bertujuan untuk berpacaran atau bermesraan di tempat ini :D, ujar Mba Tita selaku Pengelola Produksi Pondok Indah Resto.

Tempat yang sebagus ini (aih, kamu belum tahu sebagus apa kan tempat ini, sabar ya, aku akan pamerkan keindahannya di akhir tulisan :D), ternyata awalnya hanyalah sebuah pondok mie! Namun, taraaaaa setelah tanggal 3 Maret 2013 pondok mie disulap menjadi Family Resto yang sangat recommended untuk disambangi!

Yang disajikan resto ini kepada para customer adalah makanan khas Banyuwangi, beautiful view, park garden, fress food dan non makanan laut serta yang pasti tak boleh berduaan di dalam kabin! Hehehe :D

Yukkk kita icip the best menu in this resto!

Green Diamond Lime!

Aiiihh,,, setelah lelah selepas melakukan perjalanan jauhh, kita disuguhi Green Diamond Lime! Lihat, tampilannya saja, sudah membuat tenggorokan ini ingin segera meneguknya! Minuman ini berisi lemon dan timun, rasanya segar dan sari lemon serta timunnya sangat berasa! Ini kali pertama aku minum lemon bercampur timun! Hahaaa...

Oling Pedas

Nah ini salah satu menu yang selalu diburu customer! Oling ini merupakan sidot atau ikan belut loh! Oling ini bisa juga disebut Unagi. Dan, ini merupakan salah satu makanan khas Banyuwangi, konon belut ini susah ditemukan di tempat-tempat lain selain Banyuwangi! Oling ini diambil dari sungai langsung, karena rasanya lebih enak jika dibandingkan dengan oling yang dibudidayakan, panjangnya maksimal 130 cm, dan beratnya maksimal 8 kg.

Ketika aku mencicipinya, rasanya enak, pedasnya pas, dan oling-nya lembut di lidah, tidak kasar dan keras. Kuahnya bersantan tapi ringan.

Nasi Bakar Pedho


Berikutnya! Nasi bakar pedho (ikan peda), juga menjadi menu terbaik resto ini. Nasi nya lembut, dan ikan pedanya berasa banget!

Gimana sudah ngiler dengan menu-menu yang disajikan? Silakan datang dan mencicip-cicip menu-menu andalah resto ini! :D

Nah, sesuai janjiku, aku mau pamer the beautiful view of this resto!










Sampai Jumpa Pondok Indah Resto!

Nah,,, mupeng kah kamu dengan tempat ini??? Ayo agendakan liburanmu ke Banyuwangi dan singgah sejenak ke sini! Perlu dicatat ya, resto ini buka jam 08.00 -17.00 WIB (weekdays), 08.00 - 16.00 (weekend), dan sebaiknya reservasi dulu sebelum kesini supaya mendapatkan tempat :))

Yang menarik lagi adalah, tempat ini bisa menjadi lokasi Pre-Wedding, dan acara-acara bertema garden party! So lovely! Jika tertarik untuk mengulik lebih lanjut sila mampir ke blog nya, twitter atau pun instagram nya yaaahh! Happy vacation :))

Mengulik Penghasil Ikan Terbesar di Indonesia!

Ada yang familiar dengan makanan ini?


Ya, sarden! Siapa coba yang tak pernah mencicipi makanan ini? Ketika aku masih kecil, aku sering kali makan sarden sebagai lauk pendamping nasi! Selain sebagai sumber protein, rasanya pun enak, dan tentu cepat proses penyajiannya! Jadi, bisa memuaskan hasrat diri yang lapar! Hahhaha :D

Lalu, tahukah kamu di mana penghasil ikan terbesar dan tempat pengolahan ikan lau menjadi ikan sarden? Muncar! Sebuah pelabuhan yang berada di Kota Banyuwangi. Kebetulan sekali ketika aku pergi ke Banyuwangi bersama rombongan FAM Trip Kemenparekraf bisa singgah sejenak ke tempat ini. Seperti apa ya tempatnya? Let's check it out! 

Matahari mulai membumbung tinggi dan bersinar terik

Hamparan Perahu Nelayan

Ibu-Ibu Nelayan

Wah di Pelabuhan Muncar ini berlalu lalang kambing juga!

Motor Pengangkut Ikan

Perusahaan Pengelola Ikan Sarden


Aku dan rombongan memang tak berlama-lama di tempat ini karena kami masih akan melanjutkan perjalanan menuju Alas Purwo.

Sedikit yang bisa kuceritakan tentang Pelabuhan Muncar adalah, tempatnya tidak terlalu becek seperti yang kita jumpai di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta. Dan pelabuhan ini pun tidak terlalu berbau amis nan menyengat, jauh berbeda dengna pikiran awalku, yang ku kira tempat ini akan sangat berbau amis karena sebagai pelabuhan penghasil ikan terbesar di Indonesia :D

Misteri Legenda Watu Dodol

Aku masih belum bisa beranjak nih dari keseruan dan keterpesonaanku dengan Kota 
"The Sunrise of Java" ...


Yup, minggu lalu aku menghabiskan lima hari penuh menjelajahi Kota Banyuwangi! Mulai dari wisata pantai, gunung, kuliner, sejarah, budaya, konservasi flora dan fauna serta masih banyak lagi! Nah, kali ini aku terbesit dan terpikir tentang kisah Watu Dodol.

Watu dalam bahasa jawa memiliki arti batu dan dodol memiliki dua makna, berjualan dan jenang/dodol (makanan). Lalu, ada kisah menarik apa dengan Watu Dodol di Banyuwangi?

Pagi buta aku dan rombongan segera beranjak dari hotel untuk mengejar matahari terbit, dan kami berhenti di Pantai Watu Dodol. Aku melihat sekitar, dan aku menemukan Patung Gandrung dan sebuah batu besar yang unik dan aneh, karena ada tanaman yang tumbuh di atasnya. Karena aku penasaran dengan batu itu, bertanyalah aku pada guide dan orang-orang Banyuwangi yang menemani kami.

Watu Dodol

Alkisah, Watu Dodol ini merupakan sebuah legenda di Banyuwangi, dan selama aku di kota ini aku mendapatkan dua versi mengenai cerita Watu Dodol ini.

Versi 1:
Watu Dodol dipercaya sebagai prasasti perjanjian pembuatan jalan. Dahulu kala, Bupati Banyuwangi hendak membelah bukit untuk membangun jalan, namun selalu gagal dan selalu menimbulkan korban. Hingga akhirnya, Bupati Banyuwangi meminta bantuan pada Murtojoyo, yang diyakini sebagai orang sakti. Murtojoyo pun memberikan mandat kepada seorang anak kecil untuk membelah bukit dan membuat jalan. Karena hal ini lah banyak pihak yang melakukan protes. Untuk meredam protes yang terjadi maka dibuatlah Prasasti Watu Dodol ini sebagai perjanjian.

Versi 2:

Kisah yang lain adalah, Kyai Semar (Semar, seorang tokoh dalam kisah Punakawan), sedang memikul jenang (dodol), dengan menggunakan pikulan yang terbuat dari kayu pohon kelor. Ketika Kyai Semar hendak menyeberang, pikulannya patah. Lalu jenang yang dipikulnya berjatuhan. Jenang itu dibiarkan saja pada tempatnya dan lama kelamaan jenang tersebut mengeras dan menjadi batu, hingga akhirnya sampai sekarang dikenal sebagai Watu Dodol.

Nah, jadi kisah mana kah yang paling sesuai dengan Watu Dodol? Entah lah, karena setiap cerita dan legenda pasti akan memiliki cerita yang beragam dan pemaknaan yang beragam.


Patung Gandrung

Monyet di balik Pepohonan Watu Dodol

Pantai Watu Dodol

Usai sudah capture moment di Watu Dodol! Mari kita melanjutkan perjalanan menjelajah Banyuwangi :))

Mengulik Suku "Osing" Banyuwangi

Katanya, Indonesia adalah negara dengan diversitas budaya yang paling tinggi di dunia! Yuppp!!! Siapa sih yang bisa mengelak hal itu? Lihat saja sekitar kita. Setiap jengkal tanah Indonesia menyimpan beragam budaya dan tradisinya yang unik dan menarik!

Kebetulan minggu lalu aku mendapat undangan untuk mengikuti FAM Trip dari Kementrian Pariwisata untuk mengunjungi kota "The Sunrise of Java", Banyuwangi! Tentu aku excited sekali! Pertama yang membuat ku tertarik adalah Suku Osing! Yaaa, kebetulan dua tahun belakangan ini aku aktif di Komunitas Sobat Budaya, jadi sedikit banyak aku suka mengulik budaya tradisi di beragam daerah.

Aku penasaran sekali dengan Suku Osing, karena suku ini adalah salah suku asli Banyuwangi. Dan tentunya, Suku Osing ini memelihara beragam budaya tradisi yang yang menarik :))

Osing sendiri, bermakna "bukan", yang mengartikan bahwa Osing adalah bukan Jawa dan juga bukan Bali. Hmmm,,, Osing sendiri berada di Banyuwangi, tanah Jawa, lalu apa ya hubungannya dengan Bali? Mari kita telusuri.

Sesampainya di Kota Banyuwangi, aku dan rombongan langsung menuju Desa Kemiren. Yang merupakan salah satu desa tempat menetapnya masyarakat Osing. Sesampainya di desa Kemiren, kami masih ditahan di tepian jalan raya, sebelum memasuki wilayah adat. Kenapa ya??? Padahal aku sudah tak sabar mengulik desa adat ini.

Wah ternyata, kita akan disambut dengan ritual Tari Barong Prejeng. Ujar Pak Ridho Kabid Pariwisata Disparta Banyuwangi, tarian ini adalah tarian untuk menyambut para tamu dan untuk menolak bala atau segala hal-hal buruk yang akan menimpa. Wah, seru sekali!


Sambutan Ritual Tari Barong Prejeng

Barong Prejeng

Nah, barong ini menari berlenggak lenggok diiringi dengan tabuhan Gamelan khas Banyuwangi! Mekerakalah para penabuhnya:

Nah, saatnya berbincang dengan Pak Sucipto, Kepala Adat Suku Osing di Desa Kemiren dan Pak Pak Ridho Kabid Pariwisata Disparta Banyuwangi, saat yang ku tunggu-tunggu!

Ceritanya, Suku Osing ini dipercaya sebagai pecahan dari Kerajaan Majapahit yang melarikan diri ke wilayah timur Jawa saat Belanda menyerang. Suku Osing ini juga kerap kali disebut sebagai "Wong Blambangan." Setelah melarikan dari Kerajaan Majapahit, masyarakat Osing ini mendirikan Kerajaan Blambangan yang masih kental dengan nilai-nilai Hindu. Hal ini masih terlihat hingga kini, beberapa kesenian masyarakat Osing, tercorak nilai Hindu, dan mirip dengan kesenian Bali, Kesenian Gandrung misalnya. Pada awalnya masyarakat Osing ini beragama Hindu, namun secara perlahan mereka memeluk agama Islam.

Pisang Sajen, pisang ini digantung di pohon dan disajikan bagi tamu yang ingin mencicipinya

Selain tarian Barong Prejeng, kita juga disuguhi oleh Tari Gandrung nih. Tarian ini awalnya ditarikan oleh lelaki untuk melawan penjajah, namun bergeser dan kini ditarikan oleh para perempuan. Penari pertama Gandrung perempuan bernama Semi, hingga akhirnya diberi nama Gandrung Semi. Ketika menginjakan kakiku di Desa Kemiren, aku merasakan Ngibing Gandrung untuk pertama kalinya :)

Foto penari Gandrung laki-laki (Diambil dari kediaman Pak Sucipto)

Lenggak Lenggok Penari Gandrung

Ngibing Gandrung

Satu lagi yang khas dari masyarakat Osing nih, Pecel Pethek / Pecel Pithik!
Makanan ini hanya disajikan pada saat akan diaadakan slametan/selamatan. Pithik disini berarti ayam kampung yang masih muda. Lauk ini dibuat dengan parutan kelapa muda, berwarna sedikit oranye dan rasanya berbeda dengan urap. Pecel pithik ini disajikan bersama dengan gimbal jagung (perkedel jagung), tahu dan tempe goreng, serta lalapan seperti daun semanggi, daun selada, dan terong.



Nah, selain keseniannya, bagaimana ya, situasi tempat tinggal masyarakat Osing?

Kebetulan sekali, sore itu kami disambut oleh Pak Sucipto, yang merupakan Ketua Sanggar Barong dan juga Ketua Adat Suku Osing di Desa Kemiren, kami pun dipersilakan bertandang ke rumah beliau.

Rumah Adat Suku Osing, halaman depan rumahnya teramat luas!

Teras Rumah

Bale/Ruang Tamu

Pawon/Dapur

Satu suku, menyimpan beragam budaya dan adat istiadat. Tak cukup rasanya menyambangi masyarakat Osing pada sore itu.