Mengulik Suku "Osing" Banyuwangi

Katanya, Indonesia adalah negara dengan diversitas budaya yang paling tinggi di dunia! Yuppp!!! Siapa sih yang bisa mengelak hal itu? Lihat saja sekitar kita. Setiap jengkal tanah Indonesia menyimpan beragam budaya dan tradisinya yang unik dan menarik!

Kebetulan minggu lalu aku mendapat undangan untuk mengikuti FAM Trip dari Kementrian Pariwisata untuk mengunjungi kota "The Sunrise of Java", Banyuwangi! Tentu aku excited sekali! Pertama yang membuat ku tertarik adalah Suku Osing! Yaaa, kebetulan dua tahun belakangan ini aku aktif di Komunitas Sobat Budaya, jadi sedikit banyak aku suka mengulik budaya tradisi di beragam daerah.

Aku penasaran sekali dengan Suku Osing, karena suku ini adalah salah suku asli Banyuwangi. Dan tentunya, Suku Osing ini memelihara beragam budaya tradisi yang yang menarik :))

Osing sendiri, bermakna "bukan", yang mengartikan bahwa Osing adalah bukan Jawa dan juga bukan Bali. Hmmm,,, Osing sendiri berada di Banyuwangi, tanah Jawa, lalu apa ya hubungannya dengan Bali? Mari kita telusuri.

Sesampainya di Kota Banyuwangi, aku dan rombongan langsung menuju Desa Kemiren. Yang merupakan salah satu desa tempat menetapnya masyarakat Osing. Sesampainya di desa Kemiren, kami masih ditahan di tepian jalan raya, sebelum memasuki wilayah adat. Kenapa ya??? Padahal aku sudah tak sabar mengulik desa adat ini.

Wah ternyata, kita akan disambut dengan ritual Tari Barong Prejeng. Ujar Pak Ridho Kabid Pariwisata Disparta Banyuwangi, tarian ini adalah tarian untuk menyambut para tamu dan untuk menolak bala atau segala hal-hal buruk yang akan menimpa. Wah, seru sekali!


Sambutan Ritual Tari Barong Prejeng

Barong Prejeng

Nah, barong ini menari berlenggak lenggok diiringi dengan tabuhan Gamelan khas Banyuwangi! Mekerakalah para penabuhnya:

Nah, saatnya berbincang dengan Pak Sucipto, Kepala Adat Suku Osing di Desa Kemiren dan Pak Pak Ridho Kabid Pariwisata Disparta Banyuwangi, saat yang ku tunggu-tunggu!

Ceritanya, Suku Osing ini dipercaya sebagai pecahan dari Kerajaan Majapahit yang melarikan diri ke wilayah timur Jawa saat Belanda menyerang. Suku Osing ini juga kerap kali disebut sebagai "Wong Blambangan." Setelah melarikan dari Kerajaan Majapahit, masyarakat Osing ini mendirikan Kerajaan Blambangan yang masih kental dengan nilai-nilai Hindu. Hal ini masih terlihat hingga kini, beberapa kesenian masyarakat Osing, tercorak nilai Hindu, dan mirip dengan kesenian Bali, Kesenian Gandrung misalnya. Pada awalnya masyarakat Osing ini beragama Hindu, namun secara perlahan mereka memeluk agama Islam.

Pisang Sajen, pisang ini digantung di pohon dan disajikan bagi tamu yang ingin mencicipinya

Selain tarian Barong Prejeng, kita juga disuguhi oleh Tari Gandrung nih. Tarian ini awalnya ditarikan oleh lelaki untuk melawan penjajah, namun bergeser dan kini ditarikan oleh para perempuan. Penari pertama Gandrung perempuan bernama Semi, hingga akhirnya diberi nama Gandrung Semi. Ketika menginjakan kakiku di Desa Kemiren, aku merasakan Ngibing Gandrung untuk pertama kalinya :)

Foto penari Gandrung laki-laki (Diambil dari kediaman Pak Sucipto)

Lenggak Lenggok Penari Gandrung

Ngibing Gandrung

Satu lagi yang khas dari masyarakat Osing nih, Pecel Pethek / Pecel Pithik!
Makanan ini hanya disajikan pada saat akan diaadakan slametan/selamatan. Pithik disini berarti ayam kampung yang masih muda. Lauk ini dibuat dengan parutan kelapa muda, berwarna sedikit oranye dan rasanya berbeda dengan urap. Pecel pithik ini disajikan bersama dengan gimbal jagung (perkedel jagung), tahu dan tempe goreng, serta lalapan seperti daun semanggi, daun selada, dan terong.



Nah, selain keseniannya, bagaimana ya, situasi tempat tinggal masyarakat Osing?

Kebetulan sekali, sore itu kami disambut oleh Pak Sucipto, yang merupakan Ketua Sanggar Barong dan juga Ketua Adat Suku Osing di Desa Kemiren, kami pun dipersilakan bertandang ke rumah beliau.

Rumah Adat Suku Osing, halaman depan rumahnya teramat luas!

Teras Rumah

Bale/Ruang Tamu

Pawon/Dapur

Satu suku, menyimpan beragam budaya dan adat istiadat. Tak cukup rasanya menyambangi masyarakat Osing pada sore itu.

Menyibak Rahasia Wisata di Balik Alas Purwo

Alas Purwo, sebuah hutan yang membentang di ujung tenggara Pulau Jawa. Tepatnya berada di Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo.

Apa sih yang kita bayangkan sekilas jika mendengar kata alas atau hutan dalam bahasa Indonesia? Sekilas, aku membayangkan tempat yang gelap, seram, menakutkan dan tak selayaknya menjadi destinasi wisata. Sebagian dari kamu juga akan berpikir begitu bukan?

Tapi, bagaimana dengan Alas Purwo? Demikian kah? Setelah aku menjelajah hutan ini dari ujung ke ujung, it's totally not, totally different with what I thought before :)

Yuk kita sibak keindahan dan keunikan Alas Purwo!




Kayu yang telah meranggas dan siap di tebang, bagian hutan ini dikelola oleh Perhutani


Sisa akar kayu yang telah ditebang


Salah satu jenis tumbuhan yang hidup di Alas Purwo

Ketika kita memasuki bagian depan Alas Purwo di sisi kiri dan kanan jalan kita akan menemui pepohonan dan ladang tumbuhan, jika beruntung kamu juga akan menemui beragam hewan yang tinggal di sini. Saat itu aku menemui gerombolan monyet dan dua ekor burung merak betina.

Lalu, ada apa lagi ya di balik Alas Purwo ini? Penasaran? Mari kita lanjutkan perjalanan!


Selamat Datang di Taman Nasional Alas Purwo!

Di sisi kiri pintu masuk, terpajang Patung Banteng, yang memang banteng menjadi salah satu icon Kota Banyuwangi, dan juga sebagai salah satu hewan langka yang dilindungi. Sedangkan di sisi kanan, terpajang Patung seorang pria yang bermain surving. Karena di dalam Alas Purwo ini terdapat beberapa pantai yang menarik untuk dikunjungi dan seringkali dijadikan tempat bermain surving :).


Ketika memasuki bagian ticketing kita disambut dengan Gapura yang kental akan nilai Hindu


Lihat Burung Merak itu nampak malu-malu!


Sampailah kita di hamparan Savanna Sadengan :D


Lihat! Ada kawanan Banteng Betina!


Selain menjadi tempat konservasi fauna, Sadengan juga menjadi tempat konservasi flora. Tanaman lumbu ini salah satunya.


Wah di Pos Penjaga terpajang Tengkorak Kepala Banteng dan Bulu Burung Merak loh!

Ada cerita menarik apa ya di Savanna Sadengan ini?
Savanna Sadengan ini ternyata, satu-satunya feeding ground yang berhasil dikembangakan di Taman Nasional Alas Purwo untuk mengembangkan populasi banteng loh! Feeding ground Pancur dan Payaman gagal dikembangkan karena tidak terdapat sumber air dan hanya menjadi jalur lintas satwa. Wahhh,,, Savanna Sadengan harus benar-benar dijaga yah kalau tidak beragam flora dan fauna yang dilindungi akan punah :(

Selain banteng ada beberapa jenis fauna lain loh yang dikembangkan disini, misalnya burung merak, lutung/siamang dan coyote/ajag/anjing hutan. Ajag ini rupanya seperti anjing hanya saja ekornya menyerupai ekor tupai dan berwarna putih.


Sampai Jumpa Savanna Sadengan di lain waktu :)

Waaaahh,,, ini belum seberapa loh dari beragam tujuan wisata yang bisa kunjungi di Alas Purwo! Jangan terburu lelah! Mari lanjutkan perjalanan and explore the forest!

Siapa yang suka berkemah dan main pantai! Di sini tempat yang cocok buat kamu!


Selamat Datang di Pancur Camping Ground!




I am ready to camp here! How about you?

Sebelumnya, sudah aku sebutkan kan kalau Pancur dulunya dikembangkan untuk Feeding Ground dan konservasi flora fauna, namun karena gagal, Pancur dijadikan sebagai tempat berkemah. Dan banyak orang yang berkemah ke sini. Kebetulan Pancur menjadi titik pemberangkatan jika kita ingin menuju G Land atau Pantai Plengkung. Katanya, Plengkung ini indah dan menarik dan wajib dikunjungi kalau ke Alas Purwo! Ah sayangnya, aku tak bisa kesana, karena harus ke beberapa destinasi wisata yang lain :(

Tapi, jangan sedih! Sebelum meninggalkan Alas Purwo aku sempat menyambangi Pulau Trianggulasi! Duh namanya, susah ya untuk diingat dan diucapkan! Tapi tidak dengan view-nya!






Kalau kamu mau menikmati liburan yang damai dan menenangkan di Pantai Trianggulasi, di sini juga tersedia Guesthouse loh :))

Yuppppppp,,, kita masuk sesi destinasi wisata yang terakhir ku kunjungi di area Alas Purwo! Dan aku paling excited dengan bangunan, budaya dan sejarah yang melingkupi tempat ini!


Situs Kawitan


Pura Luhur Giri Salaka

Ini dia tempat yang paling misterius dan ingin ku ulik lebih dalam tentang kisah, sejarah dan peradabannya dahulu kala! Konon, Situs ini adalah pura tertua di Tanah Jawa, dan menjadi sejarah Hindu-Jawa di tanah ini. Penasaran dengan sedikit kisah yang berhasil ku ulik tentang Situs ini yuk baca Kisah Hindu-Jawa di Ujung Timur Pulau Jawa
.

Usai sudah aku menjejakkan langkah kaki ku di Alas Purwo! Tempat ini, layak untuk menjadi wish list destinasi wisata mu loh! Satu tempat beragam wisata!

Menelusuri Kisah Hindu-Jawa di Ujung Timur Pulau Jawa

Sudah tahukah kamu di mana ujung timur Pulau Jawa?
Banyuwangi! Ya, Banyuwangi adalah daerah paling timur dari kawasan Pulau Jawa.
Kebanyakan orang mengenal Banyuwangi karena Gunung Ijen, dan sayang sekali masih teramat sedikit orang yang mengenal Situs Peradaban Hindu Jawa di kota ini.

Siapa sangka, "The Sunrise of Java" menyimpan Situs tertua di Pulau Jawa yang merupakan Peradaban Hindu Jawa tertua di Pulau ini.

Kira-kira di mana ya Situs itu? Kebetulan hari ini aku telah meng-explore situs ini bersama rombongan FAM TRIP Kemenparekraf, So, Let's check it out!


Yup! Ini Dia Situs Kawitan, Situs Tertua di Tanah Jawa

Jadi gimana ya ceritanya tentang Situs Kawitan ini?

Konon ceritanya, Pada masa Kerajaan Majapahit ketika melakukan penyebaran agama Islam, para pemeluk agama Hindu yang tak mau beralih agama, menyingkir dari wilayah kekuasan Majapahit di Tanah Jawa, ke dalam hutan, di area Banyuwangi Selatan, yang kini menjadi area Alas Purwo. Para pemeluk agama Hindu ini mendirikan Pura di Situs Kawitan ini. Lebih jauh lagi, masyarakat Hindu Jawa ini juga bergeser ke Bali.

Kawitan sendiri dari bahasa Jawa yang berarti awal atau asal mula. Karena pura ini adalah pura yang pertama di tanah Jawa sebelum ada pura-pura lain yang dibangun. Masyarakat Hindu di area Alas Purwo diyakini sebagai masyarakat Hindu Jawa tertua di Indonesia.


Situs Kawitan Tampak Depan (Telah Dipugar)


Area Persembahan


Meja Persembahan


Persembahan


Pintu Gerbang Kerajaan Metafisik (Kerajaan di Alam Lain), (Bebatuan ini Masih Asli)

Situs Kawitan ini juga menjadi wisata religi bagi masyarakat Hindu Bali. Seringkali masyarakat Hindu Bali bertandang ke situs ini setiap momen/ritual keagamaan dan juga pada malam-malam bulan purnama.

Para masyarakat Hindu Bali yang melakukan ritual keagamaan di Situs Kawitan akan singgah di Pura Luhur Giri Salaka yang berlokasi beberapa ratus meter dari Situs Kawitan.




Pura Luhur Giri Salaka Tampak Depan


Uang Bolong yang terpasang di wajah patung ini menandakan telah diadakan upacara di tempat ini. Uang bolong merupakan uang Bali atau disebut juga uang benggol


Bale Pertemuan


Rumah Singgah para wisatawan religi dari Bali

Usai sudah secuil cerita tentang situs Hindu Jawa di Alas Purwo! Nantikan cerita-cerita unik dan seru lainnya yang tersembunyi di Alas Purwo ;)

Mencapai Puncak Gunung Ijen!

Dini hari ini, 10 Mei 2016, aku bersama rombongan dari Kementrian Pariwisata bersiap menuju Gunung Ijen untuk melihat pesona Blue Fire dan Kawah Ijen, yang menjadi salah satu icon destinasi wisata Kota Banyuwangi.

Jujur saja, aku bukanlah seorang pendaki gunung. Pernah sekali aku mendaki Gunung Parang, dan tak sukses mencapai puncak. Awalnya, sempat terpikir keraguan untuk menjajal menaiki Gunung Ijen.

Namun, aku berniat mencoba dan melangkahkan kaki pertamaku di Paltuding menuju Puncak Gunung Ijen.

Paltuding, Kawasan Rest Area Kawah Ijen, sekaligus Pos 1 Pendakian Gunung Ijen

Perjalanan dari Pos 1 menuju Pos 2, bagiku sudah sangat melelahkan dan sempat mengalami kram di paha dan sedikit sesak nafas. Aku berhenti untuk beristirahat dan mengambil nafas panjang, beruntung sekali aku berjalan bersama Mas Ain, Ketua Rombongan kami, yang dengan sabar membantu dan menemaniku selama perjalanan naik ke atas puncak Gunung Ijen.

Perlahan tapi pasti aku dan Mas Ain menapaki jalanan, tentu di tengah perjalanan pun, sempat terpikir untuk berhenti dan kembali lagi ke Paltuding. Ah tapi, sayang sekali sudah menyusuri setengah perjalanan dan harus kembali lagi.

Jika, kamu adalah seorang pendaki gunung dan sudah terbiasa meng-explore gunung, estimasi waktu yang dibutuhkan hingga sampai ke puncak sekitar 1,5-2 jam. Karena aku seorang amatir aku mencapai puncak Gunung Ijen dalam waktu 3 jam. Sungguh, diperlukan sekali seorang partner dan teman perjalanan yang loyal dan siap men-support kita hingga Puncak dan turun kembali dengan selamat.

Hari mulai menampakkan sinar mentari, dan kami telah sampai di balik puncak Gunung Ijen

Sampai di Pos 4 Gunung Ijen!!!

Dan akhirnya sampai jumpa di Puncak Gunung Ijen! Yeaayyyyyyy!!!

Pemandangan Kawah Ijen

Finally I made it :D, How happy I am!

Kawah Ijen berwarna hijau dan mengepulkan asap belerang. Kabut putih yang terbidik dalam gambar merupakan asap belerang. Kawah ini pun lah yang mengeluarkan blue fire, sayangnya karena kabut dan cuaca, dini hari ini para pendaki tak bisa menangkap view blue fire.

Thanks to Mas Ain who support and help me along climb the Ijen Mountain :))

Bersama Rombongan Blogger dan Kemenparekraf

Bersama Pendaki Mancanegara

Secuil Pemandangan Tanah, Bebatuan dan Kayu-kayu yang berada di Kawasan Gunung Ijen

Dalam perjalanan pendakian kita akan kerap kali bertemu penambang belerang.

Penambang Belerang

Bentuk Belerang Asli

Souvenir Belerang

Belerang ini bisa digunakan untuk menggosok badan ketika mandi. Khasiatnya, dipercaya untuk mengobati penyakit kulit seperti gatal-gatal dan panu. Sebuah souvenir dihargai sekitar Rp. 10.000,00. Kalau kamu ingin membuktikannya, silakan mencoba :D

Sudah puas memandang keelokan Puncak Gunung Ijen! Mari menuruni bukit. Dalam perjalanan pulang pun kita akan menemukan pemandangan-pemandang yang belum sempat kita lihat saat mendaki karena gelapnya malam.

Ketika berjalan pulang, kita akan disajikan dengan pemandangan Gunung Meranti :)

Jalan setapak jalur pendakian Gunung Ijen didereti berbagai macam pohon.

Ketika mendaki kamu akan kerap kali menemui penjual jasa trolley yang akan membantumu untuk naik atau menuruni Gunung Ijen

Nah buat kamu yang ingin mendaki Gunung Ijen, di Paltuding juga tersedia guest house bisa menampung para pendaki. Karena jumlahnya terbatas sedangkan peminatnya banyak, seringkali guest house ini penuh. Jadi siap-siap untuk memesannya jauh-jauh hari ya sebelum mau ke Ijen :)

Dan bersyukur sekali aku telah sampai di Paltuding!






Sensasi Menari Gandrung

Gandrung? Apa ya itu?

Sejenak, yang terlintas di benakku mengenai gandrung adalah, sebuah ejaan bahasa Indonesia yang bermakna sangat rindu, tergila-gila karena asmara, atau sangat ingin (mendambakan). Tapi, tunggu dulu, Gandrung yang ku maksud di sini, bukanlah hanya sebuah ejaan kata, melainkan salah satu tarian khas yang berasal dari daerah Banyuwangi.

Setelah ditelisik dengan berbincang langsung bersama Pak Sucipto, yang merupakan tokoh adat Suku Using, Banyuwangi, dan Pak Ridho, Kabid Pariwisata Disparta Banyuwangi, ternyata pada awalnya tarian Gandrung ditarikan oleh seorang lelaki dan digunakan sebagai media perjuangan melawan penjajah. Para penjajah amat mengagumi tarian ini sehingga terlena dan lengah, kesempatan inilah yang diambil untuk berjuang melawan mereka.

Namun, seiring berkembangnya jaman, tarian Gandrung ini ditarikan oleh perempuan yang kemudian dikenal sebagi Gandrung Semi. Semi, adalah penari perempuang Gandrung pertama di Banyuwangi dan menjadi icon tari Gandrung yang ditarikan oleh kaum hawa.

Setelah ditarikan oleh kauh hawa, tarian ini menjadi amat terkenal di tanah Banyuwangi dan menjadi icon kota ini. Hampir di setiap sudut kota ini, kita akan menemukan patung Gandrung yang terpajang menyambut para tamu dan masyarakat Banyuwangi.

Kebetulan sekali, saat ini aku sedang mengunjungi Banyuwangi dalam rangkaian Tour de Ijen Banyuwangi 2016 bersama rombongan Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Kami datang langsung ke Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, yang merupakan Desa Adat Suku Osing, suku asli masyarakat Banyuwangi.

Pada momen ini kami di sambut dengan tarian Barong Prejeng dan Tari Gandrung.

Pada awalnya, dua gadis menarikan Tari Gandrung Jejer dalam sesi pembukaan. Kemudian berlanjut ke Tari Gandrung Maju / Ngibing. Nah, pada saat ini lah salah seorang penarinya mengenakan selendang tarinya di leher ku dan mengajak ku menari bersama mereka.


Jadilah aku ikut berlenggok menari Gandrung

Ajakannya untuk menari seketika di depan masyarakat Banyuwangi dan Rombongan Kemenparekraf tentu mengejutkan! Namun, aku menikmati setiap irama dan lenggokan yang kita lakukan bersama :D